Rabu, 15 Juli 2009

Tahun Masehi

Pengaruh kebudayaan Hindu yang sangat kuat di tanah Jawa akhirnya mendapat saingan dengan datangnya kebudayaan Islam. Pengaruh Islam semakin kuat sampai akhirnya pada abad ke-16 masehi Kerajaan Jawa mulai menggunakan sistem penanggalan Arab yang disebut Tahun Hijriah. Sistem penanggalan ini secara resmi digunakan oleh kerajaan Jawa Islam, tetapi sebagian masyarakat masih tetap menggunakan perhitungan Saka.

Tahun Hijriah adalah termasuk tahun Komariah, yaitu mengikuti perputaran bulan. Dalam satu tahun Hijriah berarti bulan mengitari bumi sebanyak 12 kali. Jumlah hari dalam sebulan pada tahun Hijriah berjumlah 29 dan 30 hari. Sehingga satu tahun Hijriah berjumlah 354 atau 355 hari (bulan Zulhijjah berumur 29 atau 30 hari).

Tahun Hijriah perlu diberlakukan di Jawa pada masa itu karena kerajaan-kerajaan Islam harus menyamakan kalender kerajaan dengan peringatan-peringatan penting dalam agama Islam. Pada masa itu, hari-hari besar Islam diperingati sebagai acara resmi kerajaan, misalnya Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal, Idul Adha setiap tanggal 10 Zulhijjah, dan Mauludan setiap 12 Rabi’ul Awal yang sampai saat ini selalu diperingati secara besar-besaran dalam acara Sekaten.

Tahun Arab (Hidjrah) dimulai dari tahun Masehi 622 ialah hijrahnya Nabi Muhammad S.A.W. dari Mekah ke Madinah. Perhitungan tahun Arab itu menurut jalannya bulan. Tahun Wastu umurnya 354 hati. Tahun Kabisat umurnya 355 hari.

Tahun Arab itu berkelompok 30 tahun. Tiap-tiap 30 tahun ada tahunnya Kabisat 11, ialah tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29. Bagi hari yang perlu dirayakan, umpamanya hari mulai bulan puasa dan hari Idul Fitri, sering tidak cocok dengan penanggalan, hal ini sering terjadi perbedaan rukjat.

Nara Sumber By semarasanta.wordpress dotcom

Tahun Masehi

Pengaruh kebudayaan Hindu yang sangat kuat di tanah Jawa akhirnya mendapat saingan dengan datangnya kebudayaan Islam. Pengaruh Islam semakin kuat sampai akhirnya pada abad ke-16 masehi Kerajaan Jawa mulai menggunakan sistem penanggalan Arab yang disebut Tahun Hijriah. Sistem penanggalan ini secara resmi digunakan oleh kerajaan Jawa Islam, tetapi sebagian masyarakat masih tetap menggunakan perhitungan Saka.

Tahun Hijriah adalah termasuk tahun Komariah, yaitu mengikuti perputaran bulan. Dalam satu tahun Hijriah berarti bulan mengitari bumi sebanyak 12 kali. Jumlah hari dalam sebulan pada tahun Hijriah berjumlah 29 dan 30 hari. Sehingga satu tahun Hijriah berjumlah 354 atau 355 hari (bulan Zulhijjah berumur 29 atau 30 hari).

Tahun Hijriah perlu diberlakukan di Jawa pada masa itu karena kerajaan-kerajaan Islam harus menyamakan kalender kerajaan dengan peringatan-peringatan penting dalam agama Islam. Pada masa itu, hari-hari besar Islam diperingati sebagai acara resmi kerajaan, misalnya Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal, Idul Adha setiap tanggal 10 Zulhijjah, dan Mauludan setiap 12 Rabi’ul Awal yang sampai saat ini selalu diperingati secara besar-besaran dalam acara Sekaten.

Tahun Arab (Hidjrah) dimulai dari tahun Masehi 622 ialah hijrahnya Nabi Muhammad S.A.W. dari Mekah ke Madinah. Perhitungan tahun Arab itu menurut jalannya bulan. Tahun Wastu umurnya 354 hati. Tahun Kabisat umurnya 355 hari.

Tahun Arab itu berkelompok 30 tahun. Tiap-tiap 30 tahun ada tahunnya Kabisat 11, ialah tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29. Bagi hari yang perlu dirayakan, umpamanya hari mulai bulan puasa dan hari Idul Fitri, sering tidak cocok dengan penanggalan, hal ini sering terjadi perbedaan rukjat.

Nara Sumber By semarasanta.wordpress dotcom

Tahun Jawa

Berdirinya kerajaan Mataram Islam memberi warna baru dalam sejarah penanggalan di Jawa. Tepatnya ketika pemerintahan Sri Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma, ditetapkanlah pemberlakuan Tahun Jawa. Adapun sistem penanggalan Tahun Jawa adalah mengikuti penanggalan Hijriah, yaitu berdasarkan perputaran bulan, atau disebut Komariah. Sistem penanggalan ini disepakati berlaku di seluruh wilayah Mataram, yaitu pulau Madura dan seluruh Jawa (kecuali Banten yang bukan kekuasaan Mataram). Hari itu Jum’at Legi tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah bertepatan dengan tahun Saka 1555, dan tahun 1633 Masehi, ditetapkan sebagai awal Tahun Jawa 1555 (melestarikan peninggalan penanggalan Saka).

Ada tiga hal penting dalam pemberlakuan Tahun Jawa:

1. Mempertahankan kebudayaan asli Jawa dengan mewadahi Pawukon dan sebangsanya yang diperlukan dalam memperingati hari kelahiran orang Jawa, mengerti watak dasar manusia dan prediksi peruntungan menurut Primbon Jawa.

2. Melestarikan kebudayaan Hindu yang kaya akan kesusasteraan, kesenian, arsitektur candi dan agama. Hal ini sangat penting karena kebudayaan Hindu telah berhasil menghiasi dan memperindah budaya Jawa selama berabad-abad sebelumnya.

3. Menyelaraskan kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Arab. Sistem penanggalan Tahun Jawa yang serupa dengan penanggalan Hijriah yaitu Komariah, akan memudahkan masyarakat Islam di Jawa untuk menjalankan ibadahnya berkaitan dengan hari-hari suci/besar Islam.

Dengan begitu, penanggalan Tahun Jawa mampu mengakomodasi tiga golongan utama masyarakat Jawa ketika itu, yaitu golongan orang Jawa kuno (asli), golongan masyarakat Hindu, dan golongan umat Islam.


Tahun Jawa yang berlaku sekarang ini menurut perhitungan tahun Saka, ialah tahun ketika raja Saliwahana (Adji Saka) di Hindustan naik tahta kerajaan. Tahun kenaikan raja itu diperingati tahun 1. Ketika itu tahun masehi kebetulan tahun 78. Ketika tahun masehi 1633, perhitungan tahun Saka disesuaikan dengan tahun Hijriyah (tahun Arab), hanya angka tahun yang masih tetap, ialah tahun 1555. Cara menyesuaikan itu tidak seluruhnya, masih banyak hal-hal yang terus dipakai hingga sekarang. Nama hari dan bulan meniru nama Arab hanya ucapannya yang berubah. Tahun Jawa itu dibagi menjadi kelompok-kelompok. Tiap-tiap kelompok umurnya 8 tahun. Tiap-tiap 8 tahun dinamakan 1 windu.

Windu

Windu itu ada 4. Satu windu dinamakan: tumbuk satu kali. Empat windu adalah tumbuk 4 kali (32 tahun). Demikian seterusnya. Tumbuk ini biasanya untuk memperingati umur orang. Umpamanya: lahir pada hari Sabtu Pahing tanggal 25 Rajab 1878. Delapan tahun kemudian ialah pada tahun 1886 pada bulan Rajab tanggal 25 tepat pada hari Sabtu Pahing, ialah hari kelahirannya.

Windu empat itu mempunyai arti dan watak sendiri-sendiri ialah:

1. Windu Adi = utama (banyak tingkah laku baru).

2. Kunthara = kelakuan (banyak tingkah laku baru).

3. Sengara = banjir (banyak air, sungai banjir).

4. Sanjaya = kekumpulan (banyak teman biasa menjadi teman karib).

Nama Tahun

Tahun Jawa dalam 1 windu itu ada namanya sendiri-sendiri ialah Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Dalam 1 windu (8 tahun) ada tahunnya Kabisat 3 ialah pada tahun ke 2 (Ehe), ke 4 (Je) dan ke 8 (Jimakir).

Oleh karena menurut perhitungan tahun Jawa dalam 1 windu ada tahunya Kabisat 3, dalam 120 tahun (15 x 8 tahun), tahunnya Kabisat ada 15 x 3 = 45. Sedang menurut perhitungan tahun Arab tiap-tiap 30 tahun, tahunnya Kabisat ada 11. Dalam 120 tahun, tahunnya Kabisat ada 11 x 4 = 44. Jadi perhitungan tahun Jawa dalam 120 tahun, tahunnya Kabisat lebih satu dari pada tahun Arab.

Agar perhitungan tahun Jawa sama dengan perhitungan tahun Arab, tiap-tiap 15 windu (120 tahun), ada tahunnya kabisat Jawa 1 yang dihilangkan. Hilangnya tahun kabisat 1 itu menyebabkan gantinya huruf, ialah hari pertama pada windu. Jadi huruf itu gantinya tiap-tiap 120 tahun.

Perhitungan tahun Jawa 120 tahun itu rupa-rupanya tidak begitu ditaati. Buktinya dalam tahun 1674 (tahun masehi 1748/49) tahun Jawa telah disesuaikan lagi dengan tahun Arab, ialah dengan membuang tahun kabisat 1. Pada tahun 1748 (tahun masehi 1820/210), jadi belum 120 tahun, telah disesuaikan lagi dengan membuang satu hari lagi (hari mulai windu-churup).

Pada waktu itu yang berlaku ialah churup Jamngiah. Pada tanggal 11 Desember 1749 churup itu dijadikan churup Kamsiah dan pada tanggal 28 September 1821 disesuaikan lagi jadi churup Arbangiah.

Walaupun tahun Jawa telah disesuaikan dengan tahun Arab tiap-tiap 120 tahun sekali, akan tetapi tanggalnya tidak tentu berbarengan. Karena, kecuali beda kelompoknya, tahun Kabisat Jawa itu jalannya tidak berbarengan dengan tahun Kabisat Arab.

Lain dari pada itu ada pula yang harus kita ingatkan, ialah umur bulan dalam tahun Je dan Dal. Mulai tahun 1547 (churup Jamngiah) hingga tahun 1674 (akan ganti churup Kamsiah), tahun Je belim dijadikan tahun Kabisat, masih jadi tahun wastu. Umurnya bulan tidak berganti-ganti 30 dengan 29 hari, akan tetapi: 30, 30, 29, 29, 29, 29, 30, 29, 30, 29, 30, 30 hari.

Sejak churup Kamsiah, tahun Je baru dijadikan tahun Kabisat. Sebab demikian, agar tanggal 12 Mulud dalam tahun Dal (grebeg Mulud) jatuh pada hari Senin Pon.

Adapun tahun Dal dalam churup Jamngiah (1547-1674) dijadikan tahun Kabisat. Akan tetapi mulai churup Kamsiah (1677-1748) tahun Dal lalu dijadikan tahun Wastu. Mulai churup Arbangiah (1749) umur bulan dalam tahun itu dirobah lagi, tidak berganti-ganti 30 dengan 29 hari, akan tetapi: 30, 30, 29, 29, 29, 29, 30, 29, 30, 29, 30, 30 hari.

Mulai churup Salasiah (1867), menurut perhitungan, tanggal 12 Mulud dalam tahun Dal sudah tidak jatuh pada hari Senin Pon. Nama tahun Jawa itu kecuali seperti yang tersebut di atas, masih ada namanya lain. Nama tahun seperti yang tersebut dibawah ini adalah untuk mengetahui banyak sedikitnya hujan dalam tahun itu.

Untuk mengetahui nama tahun itu, ialah jika tanggal 1 Sura jatuh pada hari:
Jumat, dinamakan tahun Sukraminangkara (tahun udang). Wataknya: sedikit hujan.
Sabtu, dinamakan tahun Tumpak-maenda (tahun kambing). Wataknya: sedikit hujan.
Ahad, dinamakan tahun Ditekalaba (tahun kalabang). Wataknya: sedikit hujan.
Senin, dinamakan tahun Somawertija (tahun cacing). Wataknya: sedikit hujan.
Selasa, dinamakan Anggarawrestija (tahun kodok). Wataknya: banyak hujan.
Rabu, dinamakan Buda-wiseba (tahun kerbau). Wataknya: banyak hujan.
Kamis, dinamakan Respati-mituna (tahun mimi). Wataknya: banyak hujan.
Bulan/Mangsa
Tarikh Jawa Versi 1
Tarikh Jawa Versi 2
Jawa
Saka

Januari

Pebruari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember
Srawana

Bhadrapada

Aswina

Kartika

Margasira

Pusya

Mukha

Phalguna

Caitra

Waishaka

Jyestha

Asadha
Suro

Sapar

Mulud

Bakdo Mulud

Jumadil Awal

Jumadil Akhir

Rejeb

Ruwah

Puasa

Sawal

Hapit

Besar
Kaso

Karo

Katigo

Kapat

Kalimo

Kanem

Kaptu

Kawolu

Kasongo

Kasadaso

Dhestho

Sodho
Kasa

Karo

Katiga

Kapat

Kalima

Kanem

Kapitu

Kawolu

Kasanga

Kadasa

Jesta

Sada

Nara sumber semarasanta.wordpress dot com

Selasa, 23 Juni 2009

Kayu, Kegunaan & Daya Yang Dipunyainya

Kayu, Kegunaan & Daya Yang Dipunyainya.

Dikalangan masyarakat kita, terutama yang ada di Pulau Jawa, ada yang mempunyai keyakinan bahwa untuk beberapa jenis kayu tertentu, ada yang memiliki daya gaib dan khasiat tertentu. Asal kayu tersebut bisa saja karena berasal dari pohon atau kayu bekas tempat keramat atau yang dikeramatkan seperti makam leluhur, para Wali atau karena langka, susah mendapatkannya atau bisa juga karena memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki kayu lain.

Derajat tuah kayu tergantung dari tempat tumbuh, lingkungan dan tata cara pengambilannya yang kadangkala memerlukan sesajian. Selain itu gambar yang ada pada kayu karena proses alam atau pembusukan atau penyakit pohon kadangkala diyakini memiliki pengaruh gaib juga, contohnya Pelet Kendhit pada warangka keris dari kayu Timaha dipercaya memiliki daya mengikat tamu hingga mereka tidak meninggalkan tempat hajatan sebelum acara selesai.

Ternyata kepercayaan ini terdapat juga dibeberapa suku bangsa lain, bukan hanya bangsa kita saja.

Dengan mengacu beberapa sumber, a.l. Drs. Budihardono, Ir. Bambang W.B. , R. Oesodo, Ir. Wibatsu HS dan sumber lainnya diuraikan dibawah beberapa jenis kayu yang secara tradisional dianggap bertuah. Penyertaan nama latin untuk menambah informasi mengenai jenis kayu tersebut, untuk beberapa nama latin yang dirasa kurang tepat diberi tanda (?).

1. Asam Jawa, Celagi, Tangkal Acem (Tamarindus Indicus Linn)

Pohon Asam sangat popular di Indonesia dengan tinggi mencapai 30 m dan diameter mencapai 60 – 70 cm. Daun dan buahnya banyak digunakan untuk obat. Asam Kawak adalah buah asam yang telah dibersihkan dari biji dan seratnya kemudian dikukus sekitar 10 menit, diberi sedikit garam, dibentuk seperti bola dan dijemur disinar matahari. Asam kawak ini digunakan untuk obat macam macam, diantaranya penyakit tenggorokan. Bijinya disebut Klungsu, diyakini dapat menolak roh jahat, khususnya dari Kerajaan Kidul. Biji asam yang hitam legam sebanyak 3-9 biji jika ditaruh dalam lampu mobil/motor dipercaya dapat menghindari kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh mahluk halus. Bagian hitam dari teras asam dinamakan Galih Asam, bertuah untuk keselamatan, menolak Jin jahat dan anti tenung. Jika dipukulkan pada seseorang yang mempunyai daya magic hitam maka biasanya akan punah kesaktiannya. Galih Asam hanya baik dipakai oleh pemimpin berhati “Satriya Pandita”, kayu ini juga bagus untuk Warangka Keris.

2. Awar-awar, Dausalo, Bar-abar, Sirih Popar (Ficus Septica Burm)

Perdu yang banyak tumbuh di tempat agak basah ini hampir tumbuh diseluruh Nusantara, dari akar sampai daun mempunyai kegunaan. Akarnya ditumbuk dengan Adas Pulowaras dan airnya diperas dapat digunakan untuk mengobati keracunan ikan, gadung (Dioscorea hispida dennst.) dan kepiting. Jika ditumbuk dengan segenggam akar alang-alang dan airnya diperas merupakan obat muntah yang sangat manjur.

Daun awar-awar sering digunakan untuk menolak setan. Jaman dulu daunnya banyak dimanfaatkan untuk membuat tikee, yaitu daun awar-awar diiris halus kemudian dicampur candu. Dalam bentuk bulatan kecil ini tikee dibakar didalam alat penghisap madat khusus yang dinamakan "bedhutan".

Seringkali pohon awar-awar yang sudah tua bagian terasnya memperlihatkan gambar seperti pelet timaha, bagian ini banyak dicari pecinta keris untuk warangka karena diyakini kayu ini dapat meredam keris/tombak yang panas serta menjauhkan dari gangguan jin jahat dan black magic. Yang perlu diingat kayu ini sangat lunak.

3. Bambu Buntet, Bambu Pethuk (Bambusa Sp, Phyllostachys Sp, Schizostachum Sp, dsb)

Bambu buntet adalah bambu yang buluhnya tidak kosong. Dipercaya tongkat atau potongan bambu ini bertuah menghalau pengaruh roh jahat dari rumah. Bambu pethuk adalah bambu yang kedua ruasnya saling bertemu. Dipercaya siapa saja yang membawa potongan bambu ini akan kesampaian maksudnya, tidak mendapat gangguan dari siapa saja. Rotan pethuk adalah rotan yang buku ruasnya saling berhadapan, khasiatnya sama dengan bambu pethuk. Bambu Carang Gantung adalah bambu yang tumbuh dari rebung dan keluar sebagai pohon bambu kecil kecil, diyakini anti jin jahat dan santet, banyak ditaruh diatas pintu masuk rumah dan jika dipukulkan pada ular akan mati seketika, juga dipercaya bertuah menghindari wabah penyakit menular dan ilmu hitam yang hendak mengganggu pemiliknya.

4. Boga (Ficus Toxicaria Linn ?)

Kayu ini menyerupai kayu Kebak (Ficus Alba Reinw), warnanya putih dan diyakini berkhasiat menglariskan dagangan. Caranya : taruh sepotong kayu ini didalam almari / etalase barang yang dujual, atau dapat juga disimpan dalam peti uang. Jika ditaruh didalam rumah dipercaya pemiliknya tak pernah kekurangan sandang pangan.

5. Bambu Apus Pringgolayan, Wulung & Ori

Bambu Apus (Gigantochloa Apus Kurz) yang tumbuh dibelakang makam Pangeran Pringgoloyo dkampung Pringgalayan, Kotagede, Yogyakarta sejak jaman dulu dipercaya memiliki tuah membuat pekarangan menjadi angker, karena itu sering digunakan untuk mengusir penyewa yang bandel, tidak mau pindah. Biasanya sepotong bambu apus ditanam atau ditaruh dekat pintu rumah, tetapi setelah tujuannya tercapai segera dikembalikan ke Pringgolayan. Menurut juru kunci makam, semua bambu apus di Pringgolayan mempunyai sifat demikian, tetapi sifat baiknya juga ada termasuk jimat penglaris dagang, tumbal keselamatan, menolak jin jahat. Semua tergantung dari permohonannya.

Bambu wulung (Gigantochloa verticillata Munru) dan bambu Ori (Bambusa Bambos Miq) juga dipercaya memiliki tuah menolak setan. Untuk keperluan ini, ambil sepotong buluh bambu yang satu ruasnya tertutup kemudian taruh disisi pintu masuk dan isi buluh bambu itu dengan air cucian beras, potong dlingo bangle, garam dan rumput alang-alang. Setiap kali, misal setiap minggu, isi dengan air cucian beras, sarana ini selain menolak jin jahat juga menolak tuju, tenung dan santet.

Cara lain, ambil bambu ini dalam bentuk tusuk sate (diruncingkan). Masing-masing disudut perkarangan atau rumah tusukan bambu ini kedalam tanah. Taburi garam dan irisan dlingo bangle disekitar tusukan sate ini.

6. Lingsar (Pterocarpus Sp ?)

Pohonnya tinggi besar, tumbuh ditempat kramat Lingga Manik, barat daya desa Kayangan, Kulonprogo, sebelah utara Samigaluh. Dipercaya bisa menolak jin jahat dan memperlancar permohonan yang bersifat kesucian. Kayu Lingsar sepintas seperti Kayu Sengon (Albizzia falcate), bersifat mudah retak karena penggantian cuaca.

7. Klumpit, Klumprit (Terminalia Edulis Blanco ?)

Pohonnya tinggi besar, banyak terdapat dihutan jati, namun kini hampir punah digunakan untuk bahan bangunan yang tidak menuntuk keawetan. Salah satu pohon Klumpit yang masih alami terdapat di Goa Ngrancang Kencono, 7 km barat daya kecamatan Playen termasuk kawasan desa Manggoran Kidul.

Kayu ini dipercaya bertuah memudahkan permohonan yang bersifat duniawi.

8. Wergu (Rhapis Flabelliformis l’Herit)

Palma kipas atau Wergu biasanya tumbuh dalam rumpun yang padat.

Batang berbuku-buku lurus keatas dengan daun daun seperti kipas. Pohon ini berasal dari China, Vietnam, Laos dan Kamboja. Biasanya tumbuh liar atau sebagai tanaman pagar.

Batang yang berat biasanya berasal dari yang berumur 20 th lebih, dijaman dulu kayunya banyak dieksport ke Hongkong dan China. Nama dagangnya Cannes de laurier atau jones du Tonkin. Kualitasnya dibedakan : (1) diameter lebih dari 20 mm, (2) diameter 13-20 mm, (3) diameter 8 – 13 mm. Semua kualitas ini mempunyai panjang 125 mm.

Kayu Wergu dipercaya bertuah menjauhkan ular dan binatang berbisa, selain itu juga memiliki daya menambah kekuatan bagi pemakainya.

9. Songgo Langit (Ochrosia oppositifolia K.Schum & Tridax procumbens Linn.)

Kayu Songgo Langit yang dianggap bertuah adalah kayu Ochrosia oppositifolia K.Schum. yang sudah amat langka, tingginya bisa mencapai 13 – 14 m dengan diameter 30 sm, biasanya tumbuh didaerah pantai atau tepi pantai. Akarnya keras, dari luar tampak kuning tetapi dalamnya tampak kuning pucat. Kayunya berbau untuk obat dan biasanya digunakan untuk obat terutama sakit perut, kejang perut dan rasa tidak enak setelah makan ikan atau udang. Sementara ada yang beranggapan kayu Songgo langit yang berkhasiat ghaib adalah jenis perdu Tridax procumbens Linn. Biasa tumbuh dikarang karang pegunungan kapur. Pohon ini banyak bercabang dan akar batangnya kuat. Berasal dari Amerika Tengah. Tuahnya menolak niat jahat dari orang atau mahluk halus.

10. Pule, Pulai (Alstonia Scholaris R. Br)

Pohon yang bisa mencapai tinggi 49 m, terdapat diseluruh nusantara, yang baik biasanya tumbuh dibawah 900 m d.p.l dan didekat air. Ada 2 macam varietas, yang bertangkai dan tulang daun berwarna hijau dan satunya berwarna ungu. Keduanya memiliki kegunaan sama.

Kayu Pule lunak dan berwarna kuning keputihan, ada jenis kayu pule yang keras, tetapi umumnya lunak. Dalam dunia pengobatan dikenal sebagai obat demam, malaria, penyakit gula darah dan kurang nafsu makan, rasanya pahit seperti Bratawali. Getah pohon Pule sering digunakan untuk mematangkan abses (bengkak) di kulit.

Banyak yang menganggap Pule bertuah untuk menolak unsur jahat dalam rumah atau pekarangan, kadang digunakan untuk mengobati kesurupan, untuk ini ambil cabang yang masih ada daunnya dan cabang pohon awar-awar serta segenggam tumbuhan alang-alang. Cambukanlah pelan-pelan punggung orang yang sedang kemasukan roh jahat itu. Biasanya dia akan segera sadar.

11. Rumput Fatimah (Calligonum Sp)

Rumput fatimah banyak diambil kaum muslim dari Tanah Suci Mekah dipercaya memiliki tuah memudahkan menagih hutang, permohonan pekerjaan, melunakan hati orang dan sebagainya. Ada juga kegunaan lain untuk memperlancar persalinan, caranya : masukan rumput itu kedalam air, biasanya akarnya mengembang, bacalah Al-Fatihah atau Al-Ikhlas sebanyak 100 x selama merendam itu, minumkan segelas ke ibu yang bersangkutan sambil memohon petunjuk Allah.

Rumput ini juga dapat mengobati kanker, stroke ringan dan tekanan darah tinggi, hanya disini digunakan air panas (thermos), bacaannya Al-Fatihah dan Ayat Kursi masin masing minimal 200 x sesudah itu mohon penyembuhan pada Allah dan minumkan satu gelas 3 x sehari sampai sembuh. Oleskan air rendamannya kepada sisakit.

12. Minging

Sejak jaman dulu pohon ini diyakini membuat ular mabuk, disebut juga pohon ular.

Sering disimpan sebagai penghalau ular atau dibuat tongkat kalau masuk hutan, warnanya coklat kehitaman dan agak berat.

13. Cendana (Santalum Album L.)

Aslinya berwarna kuning agak kemerahan, berbau wangi, kayu ini diyakini bertuah didekati arwah leluhur, jangan membawa pusaka yang berwarangka Cendana bilamana menengok orang sakit karena dipercaya dapat mempercepat ajalnya. Tosan aji yang diberi warangka Cendana akan berbau harum dan lebih awet.

14. Drini, Sentigi (Pemphis Acidula Forst)

Kayu Drini dulu banyak dijumpai dipantai selatan Jawa khususnya dipantai Krakal sebelah timur Baron, Gunung Kidul. Menurut beberapa orang, kayu ini juga ditemukan didaerah pantai lain. Karena banyak dicarai maka kayu ini terancam punah karena diyakini bertuah untuk keselamatan, anti black magic, anti gigitan ular dan dijauhi ular. Selain itu rendaman kayu dalam air juga berkhasiat mengobati penyakit perut. Kayu yang kering akan berbau harum bila digosok dengan ujung jari. Jenis Drini dari Pulau Kangean oleh penduduk setempat dinamakan SETIGI, CANTINGGI atau MENTIGI, kayu ini juga banyak dicari untuk pengobatan, karena langka maka harganya sangat mahal, biasanya pohon Drini tumbuh ditanah kapur yang banyak mendapat angin laut atau sering terendam air laut.

15. Dewadaru

Kayu amat langka ini dulu banyak ditemukan di pulau Karimunjawa sebelah utara Jepara, diyakini bertuah menolak hewan buas dan ular, menyembuhkan gigitan ular berbisa dan menjaga keselamatan. Kayu ini kurang baik dibawa dalam perjalanan berperahu karena sifatnya mendatangkan angin taufan.

Ada 2 macam kayu Dewandaru, yang dipercaya asli tumbuh didesa Nyamplung, konon jelmaan dari tongkat yang ditinggalkan Sunan Kudus, seorang wali Kerajaan Demak. Sedangkan Kayu Dewandaru dari Gunung Kawi, walau jenisnya lain dengan yang ada di Karimunjawa tetapi dipercaya berkhasiat sama.

16. Kayu Itam, Kayu Arang, Kayu Ebony (Diospyros spp)

Kayu berwarna hitam atau kelabu berserat serat hitam. Kayu ini, khususnya yang hitam seluruhnya, bertuah menangkal roh jahat dan menciptakan suasana ketentraman. Ruang tamu yang diberi hiasan kayu ebony akan terasa teduh dan damai sehingga kerasan tinggal diruang tersebut.



17. Kebak (Ficus Sp, Macaranga Sp, Acalypha Sp)

Pohon Kebak umumnya semacam pohon beringin hutan tetapi tidak bisa besar, namun adapula yang beranggapan pohon ini sejenis waru tetapi daunnya agak muda, sering disebut Tutup (Macaranga sp, Acalypha sp). Kayunya yang ringan dipercaya melariskan dagangan dengan menaruhnya ditempat dagangan atau uang. Kayu ini mudah kena pelapukan / jamur.

18. Kelor, Maronggi, Celor, Keloro (Moringa Olefera Lamk)

Semua bagian pohon ini dipercaya bisa untuk obat. Jika ada orang yang kejang-kejang atau kesurupan atau kena hawa jahat (sawan) dari jenazah, cobalah tengkuknya dan semua persendian tubuhnya digosok dengan remasan daun kelor, biasanya ia segera siuman. Orang yang punya kesaktian tertentu (Black Magic) biasanya juga akan punah bilamana dipukul dengan cabang pohon kelor. Tidak semua pohon kelor memiliki bagian teras yang berwarna hitam yang biasa disebut GALIH KELOR, bagian kayu ini sering dicari sebagai jimat karena dipercaya dapat menunjang ilmu kanuragan dan kebal terhadap senjata tajam. Galih Kelor tidak dianjurkan dibawa oleh mereka yang berpembawaan lekas naik darah.

19. Kengkeng

Banyak dijumpai dilereng Gunung Lawu, dicari karena dapat menyadarkan orang yang kesurupan. Sepotong kayu ini jika ditaruh dekat bayi atau anak kecil bisa menolak roh jahat, roh halus.

20. Krangeyan (Litsea Cubeba Pers)

Pohon setinggi 5 – 15 m dengan batang yang paling besar hanya berdiameter 25 cm ini banyak dijumpai di daerah pegunungan. Mulai dari kulit, daun dan bunganya berbau harum. Kayunya diyakini memiliki daya menolak santet, tenung dan gangguan setan jahat. Untuk pengobatan umumnya baik bagi sakit pernapasan.

21. Liwung (Arenga Pinnata Merr ?, Calyptrocalyk Spicatus ?, Cycas Sp ?)

Kayu ini ditemukan didaerah Gunung Lawu, biasnya berbentuk tongkat atau potongan yang banyak ditawarkan oleh penduduk setempat. Warnanya hitam seperti teras kayu aren, bedanya seratnya agak kasar. Kayu Liwung berasal dari pohon Liwung yang tidak lain adalah pohon Aren laki-laki karena tidak mempunyai bunga betina. Pohon ini amat jarang, sementara ada kayu sejenis yang dipercaya sebagai kayu liwung namun asalnya berbeda. Kayu Liwung dipercaya mempunyai tuah kekebalan terhadap senjata tajam dan tumpul, sangat baik untuk mereka yang mendalami ilmu kanuragan. Sifatnya agak panas, tidak baik untuk mereka yang mudah terpancing emosinya.

22. Lotrok

Sepintas mirip kayu Kebak atau Boga, namun agak kemerahan.

Kayunya ringan dan berasal dari lereng gunung berapi. Dipercaya kayu ini dapat memperlancar pesalinan dan anti black magic namun kadar tuahnya rendah.

23. Mimang

Tidak diketahui nama latinnya, akar mimang menonjol dipermukaan tanah, konon siapa yang melangkahinya akan bingung dan tersesat. Akar mimang ditanam ditanah dibawah pintu masuk dan bagian belakang rumah. Baik akar maupun kayunya dipercaya memiliki khasiat membingungkan orang siapa saja yang melangkahinya.

24. Pamrih & Ringin Sepuh (Ficus Spp)

Kayu Pamrih berasal dari pohon Pamrih yang tumbuh dibekas pertapaan Sri Sultan Hamengku Buwono I di Beton Kampung Sewu ditepi Bengawan Solo, Surakarta. Menurut legenda dibawah pohon itulah baliau berteduh setiap hari sampai ada bisikan gaib untuk melawan Kompeni Balanda. Kayu Pamrih dipercaya bertuah kepangkatan, kewibawaan dan keberanian, cocok bagi mereka yang berkecimpung di pemerintahan.

Ringin sepuh disini adalah pohon yang tumbuh dihalaman makam raja-raja Mataram di Kota Gede, Yogyakarta. Dinamakan juga “Waringin Tuwo” atau Ringin Sepuh, sejak jaman dulu dipercaya memiliki kekuatan gaib. Daunnya yang jatuh “mlumah kurep” artinya satu jatuh terlentang pada satu sisi sedang satunya pada sisi lain ditambah akar dan sedikit kulit pohon, semuanya dimasukan kedalam kantong kain putih kecil banyak digunakan sebagai zimat keselamatan. Bagi yang mujur, kadang kejatuhan sebuah cabang pohon ini. Kayunya dipercaya memiliki tuah keselamatan, kewibawaan dan derajat kepangkatan. Dijaman dahulu, hampir semua warga Yogya yang akan merantau keluar daerah dibekali bungkusan daun ini. Kalau maju perang atau pergi kedaerah lain, akan kembali dalam keadaan selamat.

25. Nagasari, Penaga Putih, Nagakusuma (Mesua Ferrea Linn)

Pohon ini asalnya dari India, banyak ditanam dihalaman atau kebun dibawah 1300 m dpl didaerah Jawa dan Bali, bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 50 cm. Yang dianggap bertuah umumnya terdapat di makam-makam tokoh sejarah, misal Raja, Ulama seperti di Imogiri, Kotagede, Kudus dan Gunung Muria. Daun yang muda berwarna merah, duduk berhadapan, bunga besar dengan 4 helai daun mahkota yang berwarna putih, berbau wangi. Sedang buahnya berkulit keras disebut Gandhek berisi 1 – 4 biji. Mulai akar, daun, bunga sampai kulit dan kayu dimanfaatkan untuk obat dan azimat penangkal bahaya.

Kuncup bunga yang masih tertutup disebut sari kurung atau cangkok kurung. Sedang kuncup bunga yang telah terbuka disebut sari mekar atau cangkok mekar. Benang sarinya harum, dinamakan podhisari atau sari naga / sari cangkok. Bunga yang telah diambil benang sarinya ditumbuk halus menjadi obat-obatan disebut sari cangkok. Semua ini menjadi bahan campuran pelbagai obat racikan.

Biji Nagasari juga banyak dimanfaatkan untuk obat luar, caranya biji ditumbuk halus setelah dihilangkan kulit kerasnya, kemudian ditaruh dalam minyak kelapa atau wijen (sesam oil) dan dipanasi. Minyak ini sangat baik untuk luka infeksi, eksim menahun, bengkak bahkan bisul dan segala macam penyakit kulit. Untuk pengobatan sebaiknya dalam keadaan hangat larutan nogosari dalam minyak itu dioleskan pada bagian yang sakit.

Biji Nagasari juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi dalam. Caranya, ambil 3 –5 nogosari, pecah dan tumbuk lalu taruh dalam gelas berikut kulitnya lalu seduh dengan air setengah panas (air termos), diamkan sekitar 5 menit dan setelah dingin diminumkan pada si sakit. Isinya jangan dibuang tetapi isi dengan air panas lagi dan lima jam kemudian diminumkan lagi kemudian ditambah air panas lagi dan minumkan 5 jam kemudian. Air nogosari ini sangat baik untuk mengobati haid yang selalu sakit, pendarahan lambung dan keputihan. Menurut pengalaman banyak orang, segala penyakit yang mempunyai efek panas badan dapat disembuhkan dengan nogosari, baik dengan seduhan dalam air mulai dari biji, serpihan kayu, daun, bunga atau kulit kayunya. Kulit kayu Nogosari berwarna coklat, jika sudah tua menjadi coklat kehitaman atau coklat dengan serat serat hitam. Kayu yang dianggap mempunyai daya gaib istimewa terutama yang dari makam leluhur. Untuk mendapatkannya dianjurkan puasa mutih (hanya makan nasi dan minum air putih) selama beberapa hari. Sebelum memotong kayu, seyogyanya melakukan sesaji selamatan menurut petunjuk penjaga makam.

Kayu Nogosari termasuk keras dan ulet, sebaiknya setelah dipotong jangan dijemur, tetapi setelah agak kering buatlah barang yang diinginkan, misal tongkat, pipa, stick dan sebagainya.

Kayu ini sangat berbahaya jika untuk memukul. Secara spiritual kayu ini bersipat mengembalikan daya yang dilontarkan kepada pemakai. Diyakini kayu ini merupakan kayu yang paling unggul diantara kayu bertuah lainnya. Tuahnya : keselamatan, kewibawaan, pengobatan, perlindungan terhadap orang jahat/jin jahat, binatang berbisa, anti tenung dan black magic. Pemakai kayu ini diharapkan berlaku jujur dan suci, jika tidak maka tindakan negatif nya akan berbalik memukul diri sendiri. Kayu Nagasari mudah dikenal karena jika ujungnya dibakar tidak menyala dan jika direndam air sekitar 10 menit maka permukaannya akan keluar bulu-bulu halus.

Pantangan : Kayu ini jangan sekali-kali dilangkahi wanita atau pria dan seyogyanya kayu ini jangan dilekati benda logam(emas, kuningan, perak) atau gading. Biarkan seperti adanya. Kayu yang tua sangat bagus untuk dibuat mata cincin, khasiatnya sama dengan membawa kayu Nagasari dalam ukuran besar.

26. Rotan Poleng, Rotan Pethuk (Daemonorops Spp, Gleichenia Spp)
Batang rotan yang poleng (bintik hitam) dipercaya bertuah membuat orang kuat berjalan jauh, karenanya dicari untuk dibuat tongkat. Begitu juga dengan rotan pethuk, artinya dua ruas yang saling berhadapan, dipercaya memiliki daya gaib, diantaranya bisa menghilang, kebal terhadap senjata tajam dan menghalau unsur jahat.

Menurut cerita Pangeran Mangkubumi pernah diberi rotan pethuk dan apabila diajunkan maka musuhnya seakan melihat orang dalam jumlah banyak sehingga melarikan diri.

27. Secang (Caesalpinia Bonducella Flemm / C. Sappan Linn)
Pohon secang tumbuh dimana-mana, ditanam sebagai pagar hidup atau pohon liar, pohonnya penuh duri, kayu gubal berwarna putih sedang bagian terasnya berwarna merah darah. Rendaman atau seduhan air panas kayu secang ini berwarna merah dikenal sebagai obat manjur penyakit yang ditandai keluarnya darah seperti demam berdarah, mimisan, muntah darah, berak darah bahkan penyakit darah tinggi, juga untuk menyembuhkan penyakit gula darah (DM), jantung, infeksi ginjal dan lever.

Untuk penyakit jantung, seduhan ini ditambah daun Dewandaru dari Gunung Kawi, anak yang panas dapat didinginkan dengan mengompresnya dengan seduhan air secang. Penyakit stroke yang belum terlambat dapat diberi minuman rebusan kayu secang yang ditambah dengan pohon ceplukan dan sedikit adas pulowaras. Untuk pengobatan penyakit kanker, rebusan secang ditambah serpihan tatal kayu setigi, nogosari dan segenggam rumput lidah ular atau jika tidak ada dapat diganti dengan buah Makutha Dewa. Kayu secang bertuah anti roh jahat, pelarisan dagangan dan menolak santet. Untuk pelarisan seyogyanya semua tempat barang dagangan dan lantai took dipel dengan air rebusan secang dan bagian depan tempat usaha disiram dengan seduhan secang setiap pagi sebelum toko buka.

28. Sempu (Dillenia Sp ?)

Kayu berwarna putih seperti kebak, dipercaya menyembuhkan orang kesurupan, caranya dengan membawa kayu sempu rabalah orang tersebut dan dengan ijin Allah SWT berdoalah agar orang tersebut sadar, atau rendamlah sepotong kayu sempu kedalam air putih, basahilah kepalanya dengan air tersebut dan berdoalah menurut keyakinan anda, semoga orang tersebut bisa sadar. Hal yang sama bisa dilakukan juga dengan menggunakan potongan kayu nogosari.

29. Setigi, Kastigi, Sentigi, Kayu Sulaiman
Banyak ditemukan didaerah berdekatan dengan pantai laut dan biasanya tumbuh ditanah berkapur. Pohon ini daunnya menyerupai daun sawo beludru atau duren yaitu hijau dengan bagian bawah berwarna merah tembaga.

Kayu ini bersifat perempuan, sebaiknya jangan dipakai oleh wanita terlebih yang belum menikah. Kayu ini yang masih segar berwarna putih kemerahan namun lama kelamaan berubah coklat tua dan jika memukul orang hanya menyebabkan pingsan, tidak mati.

Tuah kayu antara lain anti gigitan binatang berbisa, caranya ditempelkan potongan kayu setigi ke bekas gigitan atau sengatan beberapa lama. Juga menolak hama tumbuhan, penyakit menular dan tanah sangar karena pengaruh jin jahat/black magic. Kayu ini bisa juga untuk mengobati penyakit kanker. Ambil serpihan (tatal) kayu setigi, rebus bersama rumput lidah ular-ularan, segenggam daun tapak dara dan adas pulowaras, penderita diminta minum 3 x sehari masing masing 1 gelas. Kayu Setigi relatif ringan namun tenggelam dalam air. Pemakai kayu setigi atau tesek atau pembawa kayu setigi jangan sekali kali masuk air karena bisa tenggelam. Kayu ini banyak terdapat dipantai-pantai khususnya pegunungan kapur yang setiap hari mendapat angin laut.

30. Sodo Saren, Sodo Lanang (Arenga Pinnata Merr)

Lidi daun aren dipercaya memiliki khasiat menghalau jin/setan dan melumpuhkan orang-orang yang memiliki kesaktian karena ilmu hitam. Mereka akan hilang kesaktiannya bila dipukul dengan lidi daun aren, jangan sekali-kali memukul anak dengan lidi daun aren karena salah-salah bisa kena penyakit jiwa yang sulit disembuhkan.

Rumah yang angker atau banyak dihuni hewan pengganggu seperti tikus, ular, kelabang dll, bisa dibersihkan dengan satu ikat lidi aren yang dikebutkan keseluruh penjuru ruangan, lebih baik lagi bila disertai dengan membakar daun trembesi (johar, Cassia siamea Lamk) yang kering dicampur sedikit belerang, biasanya dalam beberapa waktu sudah bebas dari segala gangguan.

Sodo Saren disebut juga sodo lanang, penamaan ini juga diberikan kepada lidi daun kelapa yang jatuh menancap ditanah secara alamiah. Khasiatnya sama dengan lidi pohon aren.

Bila sodo lanang tidak digunakan, taruhlah diatas pintu masuk rumah sebagai penolak bala.

31. Sulastri, Slastri, Sletri, Sulastri, Bintangur Bunut (Calophyllum Soulatri Burm)

Pohon ini bisa mencapai tinggi 30 m dengan diameter 50 cm. Dipelihara orang karena bunganya harum, pohon ini dianggap bertuah yang ditanam di petilasan pemandianLangenharjo, Sukoharjo, Surakarta sebagai peninggalan Sri Sunan PBX.

Sejak jaman dulu daunnya dipercaya dapat merukunkan pasangan suami istri yang selalu cekcok atau tidak rukun, begitu juga kayunya dapat disimpan untuk maksud yang sama. Daun Sulastri sering digunakan untuk penyakit rheumatik sedang kulit kayunya banyak dimanfaatkan untuk campuran jamu penguat badan.

32. Tesek, Tengsek (Rhynchocarpa Monophylla Backer ?)

Kayunya amat keras dan awet, banyak ditemukan dilereng gunung berapi dengan tinggi mencapai 40 m dan diameter 50 cm, batangnya lurus dan bulat.

Karena banyak diburu orang, sekarang makin langka, dibedakan antara Tesek biasa dan Tesek Wulung, yang pertama kayunya putih, disana sini diwarnai cerat-cerat atau poleng hitam. Tesek lainnya wulung, kulitnya berwarna coklat tapi lama lama menjadi hitam.

Menurut kepustakaan, kayu ini tenggelam di air dan jika diletakan diair mengalir maka ia akan berjalan melawan arus, kayu ini bagus disimpan orang yang sabar dan tidak mudah marah karena bila digunakan untuk memukul walau hanya digunakan sebagai mata cincin, bahayanya tetap ada, orang bisa pingsan sampai mati. Kayu ini biasa dibuat cincin, pipa, tangkai tombak, gantungan kunci dll.

Tuahnya : tahan lama dalam air, diwaktu banjir mengamuk ia bisa tahan jika memakai kayu ini, juga dipercaya anti tanah sangar, anti hama tumbuhan dan anti ilmu hitam, anti upas atau entup (sengatan lebah). Wanita dan Pria boleh memakai kayu ini dan kayu ini bersifat laki-laki, jodoh kayu ini adalah kayu setigi. Kayu Setigi yang terkenal dari Gunung Lawu atau Merapi.

33. Timaha

Kayu Timaha yang berkhasiat adalah yang mengandung pelet.

A. Pelet Kendhit, pelet yang melingkar pada kayu dengan warna yang lebih gelap dari kayu asalnya dan kelihatan mengkilap seperti bara api. Pelet jenis iniberkhasiat membawa kebahagiaan, kemudahan, kekayaan dan melindungi diri dari bahaya dan penyakit bagi pemiliknya.

B. Pelet Tulak, membentuk garis tebal dari atas kebawah dengan warna yang menkilap hitam/coklat tua dan gambar yang ditengah lebih menyala dari gambar yang lain, khasiatnya melindungi pemilik dari senjata tajam.

C. Pelet Pudhak Sinumpet, menyerupai pelet tulak hanya tidak mempunyai gambaran hitam, khasiatnya seperti pelet tulak.

D. Pelet Pulas Kembang, pelet yang menyerupai awan ber-arak dan berkhasiat menolak bahaya dilaut dan sebagai penolak binatang buas disungai (buaya, ular dll).

E. Pelet Dhoreng, gambarnya seperti loreng harimau, berkhasiat pemiliknya menjadi angker/tegar dan disegani. Banyak dicari dengan harga cukup tinggi.

F. Pelet Ngamal, pelet dengan bentuk bintik-bintik besar (ceplok) dengan jarak sedikit jarang satu sama lain. Khasiatnya memberikan kepuasan hidup dan selalu gembira. Pelet ini sedikit memilih dan hanya pejabat yang memakainya.

G. Pelet Pulas Groboh, gambarnya bintik-bintik besar dan kecil. Khasiatnya hampir sama dengan pelet ngamal hanya tidak pemilih.

H. Pelet Beras Wutah, bergambar titik-titik kecil merata pada seluruh kayu, khasiatnya untuk pengasihan (dicintai manusia dan binatang), banyak dicari dan mahal.

I. Pelet Ngirim (Ngingrim) Kembang, gambarnya berbentuk besar dan panjang, khasiatnya dihormati orang, dicintai lawan jenis dan biasanya dipakai oleh yang belum berkeluarga (bisa jejaka, duda).

J. Pelet Gandrung, bentuknya bulat bulat dan tidak teratur dengan warna lebih mengkilat dan terang, pemiliknya hidup hemat dan cermat.

K. Pelet Ceplok Kelor, gambarannya bulat telur dan besar seperti daun kelor, khasiatnya memberi keselamatan pada pemilik.

L. Pelet Ceplok Bantheng, pelet yang hampir menutup seluruh kayu tetapi masih terlihat disana-sini kayu aslinya. Pemiliknya akan selalu dalam keadaan sehat wal-afiat.

M. Pelet Segara Winotan, pelet yang terdiri dari satu, dua, tiga bintik-bintik yang teratur. Khasiatnya dihormati setiap orang dan pelet ini pemilih, hanya pejabat tinggi yang pantas memakainya.

O. Pelet Gana, pelet yang bergambar seperti batu arca, khasiatnya memberi kesejahteraan dan menghimpun semua kebaikan dan kebahagiaan. Dulu hanya dipakai raja atau pejabat tertinggi.

P. Pelet Sembur, pelet dengan gambar titik-titik kecil tersebar diseluruh permukaan kayu, khasiatnya dapat menundukan manusia atau binatang, menghindarkan kemarahan orang lain dan umumnya pelet ini mempunyai kekuatan gaib.

Q. Pelet Nyerat, jenis ini bergambar garis-garis tipis seperti gambar pada marmer, kadang seperti hurup/tulisan. Khasiatnya pemiliknya dapat hidup mandiri, percaya diri dan selalu beruntung serta jaya, dalam berusaha selalu berhasil.

R. Pelet Dewadaru, seperti pelet nyerat, hanya garisnya lebih tebal dan tajam sehingga kadang-kadang sulit membedakan dengan pelet nyerat. Khasiatnya melindungi keluarganya dari mara bahaya, melindungi harta benda dan biasanya pusaka yang memakai pelet ini ditaruh dalam tempat penyimpanan harta. Pelet ini terdapat pada pohon beringin dan mempunyai nilai cukup tinggi dan sangat dihormati.


Sumber by Primbon dot com

Selasa, 16 Juni 2009

Penanggalan Jawa

Sistim Penanggalan Jawa

Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut :

1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian :

1. Kliwon/ Kasih
2. Legi / Manis
3. Pahing / Jenar
4. Pon / Palguna
5. Wage / Kresna/ Langking

2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian

1. Tungle / Daun
2. Aryang / Manusia
3. Wurukung/ Hewan
4. Paningron / Mina/Ikan
5. Uwas / Peksi/Burung
6. Mawulu / Taru/Benih.

3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian :

1. Minggu / Radite
2. Senen / Soma
3. Selasa / Anggara
4. Rebo / Budha
5. Kemis / Respati
6. Jemuwah / Sukra
7. Setu / Tumpak/Saniscara

4. Hastawara – Padewan, Perhitungan hari dengan siklus 8 harian :

1. Sri
2. Indra
3. Guru
4. Yama
5. Rudra
6. Brama
7. Kala
8. Uma

5. Sangawara – Padangon, Perhitungan hari dengan siklus 9 harian :

1. Dangu / Batu
2. Jagur / Harimau
3. Gigis / Bumi
4. Kerangan / Matahari
5. Nohan / Rembulan
6. Wogan / Ulat
7. Tulus / Air
8. Wurung / Api
9. Dadi / Kayu

6. Wuku, Perhitungan hari dengan siklus mingguan dari 30 wuku :

1. Sinta……..11. Galungan……..21. Maktal
2. Landhep……12. kuningan……..22. Wuye
3. Wukir……..13. Langkir………23. Manahil
4. Kurantil…..14. Mandhasiya……24. Prangbakat
5. Tolu………15. Julungpujud…..25. Bala
6. Gumbreg……16. Pahang……….26. Wugu
7. Warigalit….17. Kuruwelut…….27. Wayang
8. Warigagung…18. Marakeh………28. Kulawu
9. Julungwangi..19. Tambir……….29. Dhukut
10. Sungsang….20. Medhangkungan…30 Watugunung

7. Sasi Jawa – ada 12 :

1. Sura………5. Jumadilawal…9. Poso
2. Sapar……..6. Jumadilakhir..10. Sawal
3. Mulud……..7. Rejeb………11. Dulkangidah
4. Bakdomulud…8. Ruwah………12. Besar

8. Tahun Jawa – ada 8 :

1. Alip……..4. Je….7. Wawu
2. Ehe………5. Dal…8. Jimakir
3. Jimawal…..6. Be

9. Windu – umurnya 8 tahun :

1. Adi / Linuwih
2. Kuntara / Ulah
3. Sengara / Panjir
4. Sancaya / Sarawungan

10. Lambang – umurnya 8 tahun jumlahnya ada 2 :

1. Lambang Langkir
2. Lambang Kulawu.

11. Kurup – umurnya 15 windu atau 120 tahun, ada 7 kurup (menurut tanggal 1 Suro tahun Alip) :

1. Senen /Isananiyah….5. Jemuah / Jamngiyah
2. Selasa Salasiyah…..6. Setu / Sabtiyah
3. Rebo / Arbangiyah….7. Akad / akdiyah
4. Kemis / Kamsiyah

12. Mangsa- jumlahnya 12 :

1. Kasa / Kartika
2. Karo / Pusa
3. Katiga / Manggasri
4. Kapat / Setra
5. Kalima / Manggala
6. Kanem / Maya
7. Kapitu / Palguna
8. Kawolu / Wisaka
9. Kasanga / Jita
10. Kasepuluh / Srawana
11. Kasewelas / Sadha
12. Karolas / Asuji

Sistim Penanggalan Jawa disebut juga Penanggalan Jawa Candrasangkala atau perhitungan penanggalan bedasarkan peredaran Bulan mengitari Bumi. Petungan penanggalan Jawa sudah dicocokkan dengan penanggalan Hijriah.
namun demikian pencocokkan ini bukanlah menjiplak sepenuhnya juga memperhunakan perhitungan yang rumit oleh para leluluhur kita.
Ada perbedaan yang hakiki antara sistim perhitungan penanggalan Jawa dengan penanggalan Hijriah, perbedaan yang nyata adalah pada saat penetapan pergantian hari ketika pergantian sasi/bulan.
Candrasangkala Jawa menetapkan bahwa pergantian hari ketika pergantian sasi waktunya adalah tetap yaitu pada saat matahari terbenam (surup – antara pukul 17.00 sampai dengan 18.00), sedangkan pergantian hari ketika pergantian sasi/bulan pada penanggalan Hijriah ditentukan melalui Hilal dan Rukyat.

Mencari hari baik

Dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan rumah, bepergian dan sebagainya. Kebanyakan orang jawa dahulu, mendasarkan atas hari yang berjumlah 7(senin-minggu) dan pasaran yang jumlahnya ada 5, tiap hari tentu ada rangkapannya pasaran, jelasnya : tiap hari tentu jatuh pada pasaran tertentu.

Menurut peritungan Jawa pada umumnya dikenal 7 hari yang masing-masing mempunyai jumlah berlainan;
•Akad (Minggu) jumlah naptu 5
•Senen (Senin) jumlah naptu 4
•Selasa (selasa)jumlah naptu 3
•Rebo (Rabu) jumlah naptu 7
•Kemis (Kamis) jumlah naptu 8
•Jumuah (Jum’at)jumlah naptu 6
•Setu (Sabtu) jumlah naptu 9

Selain hari, orang Jawa juga sangat percaya adanya watak yang diakibatkan dari pengaruh Dasaran. dikenal adanya 5 pasaran yaitu

•Kliwon jumlah naptunya 8
•Legi jumlah naptunya 5
•Pahing jumlah naptunya 9
•Pon jumlah naptunya 7
•Wage jumlah naptunya 4

Neptu hari atau pasaran kelahiran untuk perkawinan

Hari dan pasaran dari kelahiran dua calon temanten yaitu anak perempuan dan anak lelaki masing-masing dijumlahkan dahulu, kemudian masing masing dibuang (dikurangi) sembilan.

Misalnya :

Kelahiran anak perempuan adalah hari Jumat (neptu 6) wage (neptu 4) jumlah 10, dibuang 9 sisa 1
Sedangkan kelahiran anak laki-laki ahad (neptu 5) legi (neptu 5) jumlah 10 dikurangi 9 sisa 1.
Menurut perhitungan dan berdasarkan sisa diatas maka perhitungan seperti dibawah ini:

Apabila sisa:

1 dan 4 : banyak celakanya
1 dan 5 :bisa
1 dan 6 : jauh sandang pangannya
1 dan 7 : banyak musuh
1 dan 8 : sengsara
1 dan 9 : menjadi perlindungan
2 dan 2 : selamat, banyak rejekinya
2 dan 3 : salah seorang cepat wafat
2 dan 4 : banyak godanya
2 dan 5 : banyak celakanya
2 dan 6 : cepat kaya
2 dan 7 : anaknya banyak yang mati
2 dan 8 : dekat rejekinya
2 dan 9 : banyak rejekinya
3 dan 3 : melarat
3 dan 4 : banyak celakanya
3 dan 5 : cepat berpisah
3 dan 6 : mandapat kebahagiaan
3 dan 7 : banyak celakanya
3 dan 8 : salah seorang cepat wafat
3 dan 9 : banyak rejeki
4 dan 4 : sering sakit
4 dan 5 : banyak godanya
4 dan 6 : banyak rejekinya
4 dan 7 : melarat
4 dan 8 : banyak halangannya
4 dan 9 : salah seorang kalah
5 dan 5 : tulus kebahagiaannya
5 dan 6 : dekat rejekinya
5 dan 7 : tulus sandang pangannya
5 dan 8 : banyak bahayanya
5 dan 9 : dekat sandang pangannya
6 dan 6 : besar celakanya
6 dan 7 : rukun
6 dan 8 : banyak musuh
6 dan 9 : sengsara
7 dan 7 : dihukum oleh istrinya
7 dan 8 : celaka karena diri sendiri
7 dan 9 : tulus perkawinannya
8 dan 8 : dikasihi orang
8 dan 9 : banyak celakanya
9 dan 9 : liar rejekinya

Neptu hari dan pasaran dari kelahiran calon mempelai laki-laki dan perempuan, ditambah neptu pasaran hari perkawinan dan tanggal (bulan Jawa) semuanya dijumlahkan kemudian dikurangi/ dibuang masing tiga, apabila masih sisa :

1 = berarti tidak baik, lekas berpisah hidup atau mati
2 = berarti baik, hidup rukun, sentosa dan dihormati
3 = berarti tidak baik, rumah tangganya hancur berantakan dan kedua-duanya bisa mati.

Neptu hari dan pasaran dari kelahiran calon mempelai laki-laki dan perempuan, dijumlah kemudian dikurangi / dibuang empat-empat apabila sisanya :

1 = Getho, jarang anaknya,
2 = Gembi, banyak anak,
3 = Sri banyak rejeki,
4 = Punggel, salah satu akan mati

Hari kelahiran mempelai laki-laki dan mempelai wanita, apabila :

Ahad dan Ahad, sering sakit
Ahad dan Senin, banyak sakit
Ahad dan Selasa, miskin
Ahad dan Rebo, selamat
Ahad dan Kamis, cekcok
Ahad dan Jumat, selamat
Ahad dan Sabtu, miskin

Senen dan Senen, tidak baik
Senen dan Selasa, selamat
Senen dan Rebo, anaknya perempuan
Senen dan Kamis, disayangi
Senen dan Jumat, selamat
Senen dan Sabtu, direstui

Selasa dan Selasa, tidak baik
Selasa dan Rebo, kaya
Selasa dan Kamis, kaya
Selasa dan Jumat, bercerai
Selasa dan Sabtu, sering sakit
Rebo dan Rebo, tidak baik
Rebo dan Kamis, selamat
Rebo dan Jumat, selamat
Rebo dan Sabtu, baik

Kamis dan Kamis, selamat
Kamis dan Jumat, selamat
Kamis dan Sabtu, celaka

Jumat dan Jumat, miskin
Jumat dan Sabtu celaka

Sabtu dan Sabtu, tidak baik

HARI-HARI UNTUK MANTU DAN IJAB PENGANTIN

(baik buruknya bulan untuk mantu):

1. Bulan Jw. Suro : Bertengkar dan menemui kerusakan (jangan dipakai)
2. Bulan Jw. Sapar : kekurangan, banyak hutang (boleh dipakai)
3. Bulan Jw Mulud : lemah, mati salah seorang (jangan dipakai)
4. Bulan jw. Bakdamulud : diomongkan jelek (boleh dipakai)
5. Bulan Jw. Bakdajumadilawal : sering kehilangan, banyak musuh (boleh dipakai)
6. Bulan Jw. Jumadilakhir : kaya akan mas dan perak
7. Bulan Rejeb : banyak kawan selamat
8. Bulan Jw. Ruwah : selamat
9. Bulan puasa : banyak bencananya (jangan dipakai)
10. Bulan Jw. Syawal : sedikit rejekinya, banyak hutang (boleh dipakai)
11. Bulan Jw. Dulkaidah : kekurangan, sakit-sakitan, bertengkar dengan teman (jangan dipakai)
12. Bulan Jw. Besar : senang dan selamat

BULAN TANPA ANGGARA KASIH

Hari anggara kasih adalah selasa kliwon, disebut hari angker sebab hari itu adalah permulaan masa wuku. Menurut adat Jawa malamnya (senin malam menghadap) anggara kasih orang bersemedi, mengumpulkna kekuatan batin untuk kesaktian dan kejayaan. Siang harinya (selasa kliwon) memelihara, membersihkan pusaka wesi aji, empu mulai membikin keris dalam majemur wayang.

Bulan – bulan anggoro kasih tidak digunakan untuk mati, hajat-hajat lainnya dan apa saja yang diangggap penting.

Adapun bulan-bulan tanpa anggara kasih adalah:

1. dalam tahun Alib bulan 2 : Jumadilakhir dan besar
2. dalam tahun ehe bulanl 2 dan : jumadilakhir
3. dalam tahun jimawal bulan 2 : Suro dan rejeb
4. dalam tahun Je bulan 2 : Sapar
5. dalam tahun Dal bulan 2 : yaitu sapar dan puasa
6. dalam tahun Be bulan 2 : mulud dan syawan
7. dalam tahun wawu bulan 2 : Bakdomulud/syawal
8. dalam tahuin Jimakir bulan 2 : Jumadilawal dan Dulkaidkah

SAAT TATAL

Saat tatal dibawah ini untuk memilih waktu yang baik untuk mantu juga untuk pindah rumah, berpergian jauh dan memulai apa saja yang dianggap penting.

Ketentuan saat itu jatuh pada pasaran (tidak pada harinya ) :

1. pasaran legi : mulai jam 06.00 nasehet.mulai jam 08.24 Rejeki : mulai jam 25.36 rejeki mulai dri jam 10 48 selamat, mulai jam 13.12 pangkalan atau (halangan) mulai jam 15.36 pacak wesi
2. pasaran pahing : mulai jam 06.00 rejeki, jam 08.24 selamat, jam 10.48 pangkalan, jam 13.12 pacak wesi, jam 15.36 nasehat.
3. pasaran pon : mulai jam 06.00 selamat, jam 08.24 pangkalan, jam 10.48 pacak wesi, jam 13.12 nasehat, jam 15.36 rejeki
4. pasaran wage mulai jam 06.00 pangkalan, jam 08.24 pacak wesi, jam 13.12 nasehat jam 15.36 selamat.
5. pasaran kliwon, mulai jam 06.00 pacak wesi, jam 08.24 nasehat, jam 10.48 rejeki, jam 13-12 selamat jam 13.36 pangkalan.

HARI PASARAN UNTUK PERKAWINAN

Neptu dan hari pasaran dijumlah kemudian dikurangi/dibuang enam-enam apabila tersisa:

1 jatuh, mati, (tidak baik) asalnya bumi
2 jatuh, jodoh (baik) asalnya jodoh dengan langit
3 jatuh , selamat atau baik asalnya barat
4 jatuh, cerai atau tidak baik asalnya timur
5 jatuh, prihatin (tidak baik) asalnya selatan
6 jatuh, mati besan (tidak baik) asalnya utara

Dalam berdagang orang jawa mempunyai petungan (prediksi) khusus untuk mencapai sukses atau mendapatkan angsar (pengaruh nasib) yang baik, sehingga menjadikan rezekinya mudah. Diantaranya petungan tersebut sebagai berikut :

Dalam “kitab primbon” (pustaka kejawen) terdapat berbagai cara dan keyakinan turun-temurun yang harus dilakukan orang yang akan melakukan kegiatan usaha perdagangan. Untuk memulai suatu usaha perdagangan orang jawa perlu memilih hari baik, diyakini bahwa berawal dari hari baik perjalanan usahapun akan membuahkan hasil maksimal, terhindar dari kegagalan.

Menurut pakar ilmu kejawen abdi dalem Karaton Kasunanan Surakarta, Ki KRM TB Djoko MP Hamidjoyo BA bahwa berdasarkan realita supranatural, menyiasati kegagalan manusia dalam usaha perlu diperhatikan. Prediksi menurut primbon perlu diperhatikan meski tidak sepenuhnya diyakini. Menurut Kitab Tafsir Jawi, dina pitu pasaran lima masing-masing hari dan pasaran karakter baik. Jika hari dan pasaran tersebut menyatu, tidak secara otomatis menghasilkan karakter baik. Demikian juga dengan bulan suku, mangsa, tahun dan windu, masing-masing memiliki karakter baik kalau bertepatan dengan hari atau pasaran tertentu.

Golek dina becik (mencari hari yang baik) untuk memulai usaha dagang pada hakekatnya adalah mencari perpaduan hari, pasaran, tahun, windu dan mangsa yang menghasilkan penyatuan karakter baik. Misalnya pada hari rebo legi mangsa kasanga tahun jimakir windu adi merupakan penyatuan anasir waktu yang menghasilkan karakter baik.

Setiap karya akan berhasil sesuai dengan kodrat, jika dilakukan dalam kondisi waktu yang netral dari pencemaran, sengkala maupun sukerta. Manusia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk beriktiar menanggulangi sukerta dan sengkala dengan melakukan wiradat. Misalnya dengan ruwatan atau dengan ajian rajah kalacakra, sehingga kejadian buruk tidak menjadi kenyataan.

Orang yang akan membuka usaha pun dapat melakukan upaya sendiri pada malam hari sebelum memulai usaha, yaitu berdoa mendasari doa kepada Tuhan sambil mengucapkan mantera rajah kalacakra Salam, salam, salam Yamaraja jaramaya, yamarani niramaya, yasilapa palasiya, yamidora radomiya, yamidasa sadamiya, yadayuda dayudaya, yasilaca silacaya, yasihama mahasiya. Kemudian menutup dengan mantera Allah Ya Suci Ya Salam sebanyak 11 kali.

Untuk usaha perdagangan orang jawa yang masih percaya pada petung, akan menggunakannya baik untuk menentukan jenis barang maupun tempat berdagang dan sebagainya. Petung tersebut didasarkan weton (kelahiran dari yang bersangkutan)

Peluang merupakan filsafat kosmosentris bahwa manusia dan alam tidak dapat dipisahkan. Manusia merupakan bagian dari alam semesta sehingga geraknya tidak dapat lepas dari gerak alam, sebagaimana waktu dan arah mata angin.

Orang jawa mempunyai keyakinan bahwa saat dilahirkan manusia tidak sendirian karena disertai dengan segala perlengkapannya. Perlengkapan itu merupakan sarana untuk bekal hidup dikemudian hari, yaitu bakat dan jenis pekerjaan yang cocok. Di dalam ilmu kejawen kelengkapan itu dapat dicari dengan petung hari lahir, pasaran, jam, wuku tahun dan windu.

Menurut Usman petung sekedar klenik atau gugon tuhon melainkan merupakan hasil analisa dari orang-orang jawa pada masanya. Hasil analisa itu ditulis dalam bentuk primbon. Dengan petungan jawa, orang dapat membuat suatu analisa tentang anak yang baru lahir berdasarkan waktu kelahirannya. Misalnya anak akan berhasil jika menjadi wartawan, atau sukses jika menjadi pedagang.

Petung yang demikian itu juga digunakan di dalam dunia perdagangan. Orang jawa masih mempercayainya, akan menggunakan petung dengan cermat. Dari menentukan jenis dagangan waktu mulai berdagang diperhitungkan. Semua sudah ada ketentuannya berdasar waktu kelahiran yang bersangkutan.

Penerapan petung untuk usaha perdagangan akan menambah kemungkinan dan percaya diri untuk meraih sukses. Kepercayaan diri akan membuat lebih tepat dalam mengambil keputusan. Prediksi menurut petung di dalam perdagangan bukan hanya ada pada budaya orang jawa saja. Dalam budaya Cina misalnya, hingga kini perhitungan itu masih berperan besar, sekali pun pengusaha Cina itu sudah menjadi konglomerat.

Di Cina petung itu ada dalam Kitab Pek Ji atau Pak Che (delapan angka) yang juga berdasarkan kelahiran seseorang, yaitu tahun kelahiran memiliki nilai 2, bulan nilai 2, hari memiliki nilai 2 dan jam kelahiran nilai 2.

Meskipun orang lahir bersamaan waktu, rezeki yang diperoleh tidak sama karena yang satu menggunakan petung sedangkan yang lainnya tidak.

Banyak pula orang yang tidak mempercayai petung. Mereka menganggapnya klenik atau tahayul. Mereka berpendapat dengan rasionya dapat manipulasi alam. Anggapan demikian belum pas, meskipun manusia dapat merekayasa, alam ternyata akan berjalan sesuai dengan mekanismenya sendiri

Untuk perhitungan mendirikan / pindahan rumah

A. Pertama-tama yg diperhitungakan adalah Bulan Jawa, yaitu :

1. Bulan Sura = tidak baik
2. Bulan Sapar = tidak baik
3. Bulan Mulud (Rabingulawal) = tidak baik
4. Bulan Bakdamulud (Rabingulakir) = baik
5. Bulan Jumadilawal = tidak baik
6. Bulan Jumadilakir = kurang baik
7. Bulan Rejeb = tidak baik
8. Bulan Ruwah (Sakban) = baik
9. Bulan Pasa (Ramelan) = tidak baik
10. Bulan Sawal = sangat tidak baik
11. Bulan Dulkaidah = cukup baik
12. Besar = sangat baik

Berdasarkan perhitungan diatas, bulan yg baik adalah : Bakdamulud, Ruwah, Dulkaidah, dan Besar.

B. Langkah kedua yaitu menghitung jumlah hari dan pasaran dari suami serta istri.

1. Suami = 29 Agustus 1973
- Rabu = 7
- Kliwon = 8
- Neptu (Total) = 15

2. Istri = 21 Desember 1976
- Selasa = 3
- Kliwon = 8
- Neptu (Total) = 11

Jumlah Neptu Suami + Istri = 15 + 11 = 36

C. Langkah ketiga, menghitung Pancasuda.

Jumlah ((Neptu suami + Neptu Istri + Hari Pindahan/Pendirian Rumah) : 5). Bila selisihnya 3, 2, atau 1 itu sangat baik. Cara ini disebut PANCASUDA.

PANCASUDA :

1. Sri = Rejeki Melimpah
2. Lungguh = Mendapat Derajat
3. Gedhong = Kaya Harta Benda
4. Lara = Sakit-Sakitan
5. Pati = Mati dalam arti Luas

Lalu mengurutkan angka hari pasaran mulai dari jumlah yang paling kecil yaitu (selasa (3) + wage (4) = 7), hingga sampai jumlah yang paling besar yaitu (Sabtu (9) + Pahing (9) = 18.

7 + 36 = 43 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
8 + 36 = 44 : 5 sisa 4 = Tidak Baik
9 + 36 = 45 : 5 sisa 5 (yg habis dibagi 5 dianggap sisa 5) = Jelek Sekali
10 + 36 = 46 : 5 sisa 1 = Baik Sekali
11 + 36 = 47 : 5 sisa 2 = Baik
12 + 36 = 48 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
13 + 36 = 49 : 5 sisa 4 = Tidak Baik
14 + 36 = 50 : 5 sisa 5 = Jelek Sekali
15 + 36 = 51 : 5 sisa 1 = Baik Sekali
16 + 36 = 52 : 5 sisa 2 = Baik
17 + 36 = 53 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
18 + 36 = 54 : 5 sisa 4 = Tidak Baik

Dari paparan tersebut diketahui hari baik untuk mendirikan rumah tinggal, khusus bagi pasangan suami–istri yang hari-pasaran-lahir keduanya berjumlah 36 adalah :

Terbaik 1 :
a. hari-pasaran berjumlah 10 ( Selasa Pon, Jumat Wage dan Minggu Legi)
b. hari-pasaran berjumlah 15 (Rabu Kliwon, Kamis Pon dan Jumat Pahing)

Terbaik 2 :
a. hari-pasaran berjumlah 11 (Senin Pon, Selasa Kliwon, Rabu Wage dan Jumat legi)
b. hari-pasaran berjumlah 16 (Rabu Pahing, Kamis Kliwon dan Sabtu Pon)

Terbaik 3 :
a. hari-pasaran berjumlah 7 (Selasa Wage)
b. hari-pasaran berjumlah 12 (Senin Kliwon, Selasa Pahing, Rabu Legi, Kamis Wage dan Minggu Pon)
c. hari-pasaran berjumlah 17 (Kamis Pahing dan Sabtu Kliwon)
D. Selanjutnya pilih salah satu dari 21 hari baik yang berada dalam bulan Bulan Bakdamulud, Bulan Ruwah, Bulan Dulkaidah dan Bulan Besar,

yaitu:

1. Bulan Bakdamulud (Rabingulakir)
Bulan baik untuk mendirikan sesuatu termasuk rumah tinggal. Keluarga yang bersangkutan mendapat wahyu keberuntungan, apa yang diinginkan terlaksana, cita-citanya tercapai, selalu menang dalam menghadapi perkara, berhasil dalam bercocok-tanam, berkelimpahan emas dan uang, mendapat doa restu Nabi, dan lindungan dari Allah.
2. Bulan Ruwah (Sakban)
Bulan baik untuk mendirikan rumah tinggal. Rejeki melimpah dan halal, disegani, dihormati dan disenangi orang banyak, mendapat doa Rasul.
3. Bulan Dulkaidah
Cukup baik, dicintai anak istri, para orang tua, saudara, dan handaitaulan. Dalam hal bercocok-tanam lumayan hasilnya. Banyak rejeki dan cukup uang. Keadaan keluarga harmonis, tentram, damai dan mendapatkan doa dari Rasul.
4. Bulan Besar.
Baik, banyak mendapat rejeki, berkelimpahan harta-benda dan uang. Anggota keluarga yang berdiam di areal rumah-tinggalnya yang dibangun pada bulan Besar merasakan ketentraman lair batin, serta dihormati.

Terbaik 1 :
1. Selasa Pon,
2. Jumat Wage,
3. Minggu Legi,
4. Rabu Kliwon,
5. Kamis Pon,
6. Jumat Pahing,

Terbaik 2 :
7. Senin Pon,
8. Selasa Kliwon,
9. Rabu Wage,
10. Jumat legi,
11. Rabu Pahing,
12. Kamis Kliwon,
13. Sabtu Pon,

Terbaik 3 :
14. Selasa Wage,
15. Senin Kliwon,
16. Selasa Pahing,
17. Rabu Legi,
18. Kamis Wage,
19. Minggu Pon,
20. Kamis Pahing,
21. Sabtu Kliwon,

Contoh : Jum’at Pahing
- 20 April 2007
- 07 September 2007
- 21 Desember 2007

Dalam astrologi Jawa juga dikenal adanya bintang, yang biasa disebut Wuku; ada 30 wuku yang masing-masing mempunyai Dewa (Betara) pelindung (yang kemudian sering dijadikan simbol dari wuku tersebut, seperti misalnya dalam zodiak Sagitarius disimbolkan manusia dengan badan kuda sedang memanah), hari baik, hari sial, dan watak serta bakat sendiri-sendiri. Ke 30 wuku tersebut adalah sebagai berikut:

1 . Sinta dewa pelindung Dewa Betara Jamadipati
2. Landep dewa pelindung Dewa Betara Mahadewa
3. Wukir dewa pelindung Dewa Betara Mahajekti
4. Kurantil dewa pelindung Dewa Betara Langsur
5. Tolu dewa pelindung Dewa Betara Baju
6. Gumbreg dewa pelindung Dewa Betara Tjandra
7. Warigalit dewa.pelindung Dewa Betara Asmara
8. Warigagung dewa pelindung Dewa Betara Maharesi
9. Djulungwangi dewa pelindung Dewa Betara Sambu
10. Sungsang dewa pelindung Dewa Betara Gana
11. Galungan dewa pelindung Dewa Betara Kamadjaja
12. Kuningan dewa pelindung Dewa Betara Indera
13. Langkir dewa pelindung Dewa Betara Kala
14. Mandasija dewa pelindung Dewa Betara Brama
15. Djulungpudjud dewa pelindung Dewa Betara Guritna
16. Pahang dewa pelindung Dewa Betara Tantra
17. Kuruwelut dewa pelindung Dewa Betara Wisnu
18. Marakeh dewa pelindung Dewa Betara Surenggana
19. Tambir dewa pelindung Dewa Betara Siwah
20. Medangkungan dewa pelindung Dewa Betara Basuki
21. Maktal dewa pelindung Dewa Betara Sakri
22. Wuje dewa pelindung Dewa Betara Kuwera
23. Manahil dewa pelindung Dewa Betara Tjitragotra
24. Prangbakat dewa pelindung Dewa Betara Bisma
25. Bala dewa pelindung Dewa Betari Durga
26. Wugu dewa pelindung Dewa Betara Singdjalma
27. Wajang dewa pelindung Dewa Betari Sri
28. Kuwalu dewa pelindung Dewa Betara Sadana
29. Dukut dewa pelindung Dewa Betara Sakri
30. Watugunung dewa pelindung Dewa Betara Anantaboga

Dalam memperhitungkan perjodohan seorang harus menghitung jumlah naptu dari hari pasaran kedua calon pengantin tersebut. Menurut kepercayaan di jawa, apabila naptu dari dua orang yang akan dijodohkan berjumlah 25 maka hubungan kedua belah tersebut tidak bisa dilanjutkan. Hal ini disebabkan 25 apabila dikurangi 24 tinggal satu (1) angka I ini tidak bisa dibagi dua (perkawinan melibatkan dua orang). Angka 24 ini diambil dari angka 3 dikalikan 8, jadi pada pokoknya angka yang paling dihindari adalah tiga (3). Angka tiga dianggap angka sial, karena angka ini adalah angka pati, tali yang mengikat orang mati (Jawa=Pocongan) berjumlah tiga, jumlah tali itulah yang kemudian dianggap sebagai jumlah angka yang membawa sial. Dan nampaknya orang Jawa pada umumnya masih sangat mempercayai perhitungan ini.
Selain perhitungan jumlah hari pasaran, perkawinan pada masa lalu juga mempunyai pantangan tertentu, seseorang tidak boleh menikah dengan orang yang RUBUH KARANG yaitu:
- Orang yang tinggal saling berhadapan
- Orang yang tinggal saling membelakangi (ketemu punggung)
- Orang yang tinggal tepat bersebelahan di kanan kiri

Demikian keterangannya, semoga bermanfa’at…


Sumber By mesencha

Selasa, 17 Februari 2009

Paribasan, Bebasan, Saloka

Paribasan yaiku unen-unen kang wis gumathok racikane lan mawa teges tartemtu. Dhapukaning paribasan awujud ukara utawa kumpulaning tembung (frase), lan kalebu basa pinathok. Racikaning tembung ora owah, surasa utawa tegese uga gumathok, lumrahe ateges entar. Tegese tembung lumereg, gumantung surasa lan karep kang kinandhut ing unen-unen. Paribasan ngemu teges: tetandhingan, pepindhan, utawa pepiridan (saemper pasemon). Kang disemoni manungsa, ulah kridhaning manungsa, utawa sesambunganing manungsa lan alam uripe.

Paribasan ana kang sinebut bebasan lan saloka. Diarani bebasan Manawa lereging teges nggepok sesipatan utawa kaanan kang sambung rapet karo ulah kridhaning manungsa. Diarani saloka menawa lereging teges magepokan karo sing disemoni, disanepani, utawa dipindhakake.

Anak-anakan timun = wong kang ngepek bojo anake pupon
Andaka atawan wisaya = wong kang kena prakara banjur minggat amarga duwe pangira bakal kalah prakarane

Andaka ina tan wrin upaya = wong kang didakwa nyolong nanging ora ngaku, wasana kajibah nggoleki barang kang ilang
Awak pendhek budi ciblek = wong cilik tur asor bebudene
Abag-abang lambe = guneme mung lamis

Adol lenga kari busik = dum dum barang, nanging sing andum ora oleh bagean
Akadang saksi = wong prakaran akeh sadulure kang dadi seksine
Ana bapang sumimpang = nyingkiri sakehing bebaya
Anirna patra = ngungkiri tulisane dhewe

Angin silem ing warih = tumindak ala kanthi sesidheman
Angon kosok = ngreti ulah kridhaning wong liya lan bisa empan papan tumindake
Asor kilang munggwing gelas = gunem manis tur marak ati lan bisa mranani sing krungu
Adhang-adhang tetese embung = nJagakake barang mung sakoleh-olehe

Aji godhong garing = wis ora ana ajine (asor banget)
Ana adulate ora ana begjane = arep nemu kabegjan, ning ora sida
Ana gula ana semut = panggonan sing akeh rejekine, mesti akeh sing nekani.
Anggenthong umos = wong kang ora bisa nyimpen wewadi.

Angon mangsa = golek wektu kang prayoga kanggo tumindak.
Angon ulat ngumbar tangan = ngulatake kaanan, yen limpe banjur dicolong
Arep jamure emoh watange = gelem kepenake ora gelem rekasane
Asu belang kalung wang = wong asor nanging sugih

Asu gedhe menang kerahe = wong kang dhuwur pangkate mesthi wae luwih dhuwur panguwasane
Asu munggah ing papahan = wong ngrabeni tilas bojone sadulur tuwa
Ati bengkong oleh oncong = wong duwe niyat ala oleh dalan
Ana catur mungkur = ora seneng nyampuri urusaning liyan

Anak molah bapa kepradhah = wong tuwa melu repot amarga tumindake anake
Arep nengkane emoh pulute = gelem kepenak emoh nglakoni rekasane
Adigang, adigung, adiguna = seneng ngendelake kekuwatane, panguwasae, lan kepinterane
Ancik-ancik pucuking eri = tansah was sumelang
Asu marani gebug = njarag bebaya
Asu rebutan balung = rebutan utawa padudon sing ora mumpangati

Baladewa ilang gapite = wong gagah kang ilang kakuwatane, kaluhurane (ora duwe panguwasa)
Banyu pinerang ora bakal pedhot = pasulayane sedulur ora bakal medhotake pasedulurane
Bapa kesolah anak molah = yen wong tuwa oleh prakara, anak uga melu ngrasakae lan melu tanggung jawab

mBarung sinang = nyela-nyela wong guneman
mBalithuk kukum = mbudidaya ucul saka ing kukum utawa angger-angger
mBaguguk ngutha waton = mbangkang marang pamarentah
mBondhan tanpa ratu = mbangkang marang nagara

mBuru kidang lumayu = nguyak samubarang kang durung karuwan wekase
mBuwang rase nemu kuwuk = nyingkiri piala, nanging malah nemu piala kang luwih saka ala

mBuwang tilas = rewa-rewa ora mentas tumindak pagawe ala
Bathang lelaku = lunga ijen ngambah panggonan kang mbebayani
Beras wutah arang bali menyang takere = barang kang wis owah ora bakal bali kaya maune

mBidhung api rowang = ethok-ethok nulung nanging sejatine arep ngrusuhi
Blilu tau pinter durung nglakoni = wong bodho nanging sering nglakoni iku luwih pinter tinimbang wong pinter nanging durung tau nglakoni
Balung tinumpuk = anak loro dimantu tunggal dina

Bathang lelaku = wong lungan ijen liwat dalan kang gawat, ngemu baya pati
Bathang ucap-ucap = wong loro lungan liwat dalan kang gawat, ngemu baya pati
Bubuk oleh leng = wong duwe niyat ala oleh dalan
Bung pring petung = bocah kang longgor (gelis gedhe)

Buntel kadut, ora kinang ora udut = wong nyambut gawe borongan, ora oleh opah dhuwit, mangan, lan udut
Busuk ketekuk, pinter keblinger = sing bodho lan sing pinter padha nemu cilaka
Becik ketitik ala ketara = sing becik bakal tinemu, sing ala bakale ketara
Belo melu seton = bisane mung melu-melu, ora ngerti sing dikarepake

Mburu uceng kelangan deleg = nguyak barang sepele kelangan barang sing aji
Bathok bolu isi madu = dianggep wong lumrah nanging sugih kepinteran, utawa wong ala rupane nanging manis bebudene
Bebek diwuruki nglangi = wong pinter diwulang mesthi gelis bisa
Bebek mungsuh mliwis = wong loro padha dene pintere mungsuhan, nanging sing siji luwih trengginas

Bima akutha wesi = wong gedhe kang kukuh panguwasane
Bramara mangun lingga = wong lanang gumagusan ing ngarepe wong wadon kang disiri
Brekithi angkara madu = wong kacilakan marga barang kang banget dikaremi
Byung-byung tawon kambu = wong ela-elu, senengane padha kumpul tanpa ana prelune

Calak cangkol kendhali bol, cemethi tai = nyela-nyela gunem kang ora ana pedahe
Carang canthel = ora diajak guneman nanging melu-melu ngrembug
Car-cor kaya kurang janganan = ngomong ceplas-ceplos ora dipikir dhisik
Cathok gawel = seneng cawe-cawe mesthi ora diajak guneman

Cecak nguntal elo = gegayuhan sing ora jumbuh karo kahanane
Cebol nggayuh lintang = wong duwe panggayuh kang mokal kecandhake
Cebol nggayuh langit = wong duwe panjangka kang tanpa ana kawusanane
Cecak nguntal cagak = gegayuhan kang ora imbang kekuwatane

Cedhak celeng boloten = cedhak karo wong ala bakal katut ala
Cengkir ketindhihan kiring = wong lanang didhisiki anggone rabi dening adhine
Cikal apupus limar = wong oleh kabegjan kang luwih saka mesthine
Cobolo mangan teki = wong bodho banget tur tumindak asor

Cocak nguntal elo = wong tumandang gawe kang ora laras karo kaanane
Cumbu laler = wong kang teka lunga pamanggone
Ciri wanci lalai ginawa mati = pakulinan ala ora bisa diowahi yen durung nganti mati
Cincing-cincing meksa klebus = karepe ngirid nanging malah entek akeh, karepe mung climen wekasan entek wragat akeh

Criwis cawis = seneng maido nanging ya seneng menehi (muruki)
Cuplak andheng-andheng, yen tan pernah panggonane = wong kang tansah sulaya karo rembuge wong akeh

Crah gawe bubrah, rukun gawe santosa = pasulayan njalari ringkih, karukunan njalari kuwat.
Cedhak kebo gupak = sesrawungan karo wong ala bisa melu-melu

Dahwen ati open = nacad nanging mbenerake wong liya
Digarokake dilukokake = dikongkon nyambut gawe abot
Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan = senajan wong liya yen nemoni rekasa bakal dibelani

Duka yayah sinipi, jaja bang mawinga-winga = wong kang nesu banget
Dhandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dhandhang = bab ala dikandhakke becik, bab becik dikandhakkke ala

Derman golek momongan = wong wis akeh kewajibane isih golek gawean kang ngimbuhi ribed
Desa mawa cara negara mawa tata = saben panggonan duwe tata car dhewe-dhewe
Dadia godhong moh nyuwek, dadia banyu moh nyawuk = wis emoh sapa aruh
Dhalang kerubuhan panggung = wong tanpa bisa kumecap marga nemu wiring
Dhandhang diunekake kuntul = wong ala dikira becik

Dhandhang ngelak = wong kang ngajab patining liyan
Dhadhap ketuwuhan cangkring = kumpulane wong becik kaworan wong ala atine
Dhayung oleh kedhung = wong tumandang gawe kanthi kepenak jalaran cocog lan saranane
Dhemit ora ndulit, setan ora doyan = ana ngendi papan tansah slamet
Dibeciki mbalang tai = mbeciki wong liya oleh pinwales piala
Dikempit kaya wade, dijuju kaya manuk = banget ditresnani

Dolanan ula mandi = njarag tumindak gawe kang ngemu bebaya
Dudu berase ditempurake = nyambungi guneman, nanging ora cundhuk karo sing dirembug
Durung cundhuk, acandhak = ora ngerti perkarane melu urun gunem
Dhadhakan anglayoni = mementahi rembug sing wis mateng

Dudutan lan anculan = wong loro padha kethikan: sing siji ethok-ethok ora ngerti
Durung ilang pupuk lempuyange = dianggep isih kaya bocah cilik
Durung pecus keselak betus = durung sembada wis duwe kekarepan neka-neka
Duk sandhing geni = wong lanang jejer turu karo wong wadon dudu bojone
Diwenehi ati ngrogoh rempela = diwenehi sithik isih kurang panarima

Dipalangana mlumpat, ditalenana medhot = arepa dikaya ngapa yen wis takdhire bisa kalakon
Dom sumuruping banyu = telik sandi (mata-mata), laku sesidheman kanggo meruhi wewadi

Eman-eman ora keduman = karepe eman malah awake dhewe ora keduman
Embuh nila embuh etom = wong kang nyaruwe alaning liyan, nanging dheweke ugamelu nglakoni

Embat-embat celarat = wong nyambut gawe kanthi ngati-ati banget
Emprit abuntut bedhug = wong kang nggedhekake perkara sing maune sepele
Enggon welut diedoli udhet = wong pinter dipameri kepinteran sing ora sepiraa
Endhas gundhul dikepeti = wong sing wis kepenak uripe oleh kamukten
Esuk dhele, sore tempe = ora antep, atine molah-malih

Emban cindhe, emban siladan = tumindak ora adil
Entek amek, kurang golek = diuneni akeh-akeh
Entek jarake = wis entek kasugihane

Gajah alingan teki = wong gedhe sendhen prekarane wong cilik
Gajah marani wantilan = wong kang njarag nemoni bebaya
ngGajah elar = wong kang sarwa kasembadan kekarepane

Gajah ngidak rapah = wong gedhe (agung) nrajang wewalere dhewe
Gajah perang karo gajah, kancil mati ing tengah = wong gedhe padha pasulayanwong cilik sing dadi korban

Galuga sinalusur sari = wong becik rupane, utama bebudene
Gambret singgang mrakatak ora ana sing ngeneni = wong wadon kenes ora ana wong lanang sing nakokake

Gagak nganggo laring merak = wong cilik tumindak kaya-kaya wong gedhe
Garang garing = wong semugih nanging sejatine kekurangan
Gayuk-gayuk tuna, nggayuh-nggayuh luput = samubarang kang dikarepake ora bis keturutan
Gliyak-gliyak tumindak, sareh pikoleh = senajan alon-alon anggone tumindak nanging bisa kelakon

Golek banyu bening = meguru golek kawruh sing becik
Nggutuk lor kena kidul = ngarani/ndakwa sing ora bener
Nggenthong umos = wong kang ora bisa nyimpen wewadi
Gawe luwangan, ngurugi luwangan = utang kana, nyaur kene
nGGayuh tawang = tumandang gawe kang tanpa pituwas

Gecul ngumpul bandhol ngrompol = wong ala padha saiyeg tumindak ala
Gedhang apupus cindhe = wong duwe kamelikan kang ora salumrahe
Geguyon dadi tangisan = gegojegan, wasana gawe susah
Gemblung jinurung, edan kawarisa = tumindak nekad, nanging malah nemu kabegjan
Gendhon rukon = tumindak bebarengan amrih padha kepenake
Geni guntur nila bena = dhawuhing nagara kudu linakonan

nGgenteni watang putung = nglungsur kalungguhane wong kang wis mati
nGgepuk kemiri kopong = tumindak gawe kang tanpa kasil
nGgered ori saka pucuk = tumandang tanpa petung, wasana gawe rekasa awake dhewe
Giri lusi janma tan kena ingina = wong katone bodho jebul sugih kawruh
Golek-golek ketanggor wong luru-luru = arep tumindak ala, wasana kepergok wong kang uga tumindak ala
Gondhelan poncoting tapih = nggantungake urpe marang bojo
Gotong mayit = lungan mung wong telu ngliwati papan sing mbebayani
Greget-greget suruh = nggregetake ati nanging ngemu rasa seneng
ngGugat kayu aking = mrakarakake wong kang wis mati

Gumembrang ora adang = kelangan barang tanpa ana sing weruh
Gumendheng ora nggoreng = kelangan barang tanpa ana sing weruh
ngGutuk api lamur = mitenah wong liya kanthi ethok-ethok ora ngerti wong sing dipitenah
Gupak pulute ora melu mangan nangkane = melu rekasa nanging ora melu ngrasakake kepenake
Glugu ketlusuban ruyung = kumpulane wong becik kecampuran wong ala bebudene
Glundhung semprong = wong wadon omah-omah ora nggawa bandha mapan ing omahe sing lanang
Gong lumaku tinabuh = wong geleme omong mung yen ditakoni

Idu geni = sakuni-unine kelakon
Idu didilat maneh = njabel rembug sing wis kawetu
Iwak kecemplung wuwu = kena diapusi kanthi gampang

Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani = yen ana ngarep nyontoni, ana tengah menehi greget (karep), ana mburi menehi daya

Jer basuki mawa beya = sakabehing gegayuhan mbutuhake wragad (pengorbanan)
nJabung alus = ngapusi kanthi tembung manis
nJaring langit = tumindak gawe kang tanpa asil
nJaring angin = tumindak gawe kang tanpa asil

Jinjang api goyang = ora nggugu kandhaning liyan nanging malah gawe kapitunan
Jalma tan kena kinira = manungsa iku ora kena diremehake
Jati ketlusuban ruyung = kumpulane wong becik kelebon wong ala
Njagakake endhoge si blorok = ngarep-arep barang sing durung mesthi
Njajah desa milangkori = wis tekan ngendi-endi

Jalma angkara mati murka = nemoni cilaka jalaran angkara murkane
Jamur tuwuh ing sela = wong kang uripe memelas

nJalukan ora wewehan = seneng njaluk ora gelem menehi
Jaran kerubuhan empyak = wong kang wis kanji (kapok, wedi) banget marga lelakon sing wis tau gawe wedi
Jarit luwas ing sampiran = wong duwe kepinteran nanging ora ana sing nganggo utawa ngangsu kapinterane, lawas-lawas wong iku tanpa guna
nJujul muwul = prakara kang nambah-nambahi rekasa, utawa wis sarwa akeh lan torah (kecukupan) isih oleh wuwuh (tambahan) maneh

nJunjung ngantebake = ngalembana nanging duwe niyat ngasorake

Kaduk wani kurang deduga = watak wong enom sing grusa-grusu kurang petung
Kalah cacak menang cacak = samubarang pagawean luwih becik dicoba dhisik bisa lan orane
Karna binandhung = kabar kang lumembar sarana gethok tular
Kebak sundukane = wis akeh anggone gawe piala
Kebak sundukane = kakehan dosa, akeh sing disulayani
Kebanjiran segara madu = nemu kabegjan kang gedhe banget

Kebat kliwat, gancang pincang = tumindak kang kesusu mesthi ora kebeneran
Kebo bule mati setra = wong pinter ning ora ana sing merlokake
Kebo ilang tombok kandhang = wis kelangan ngetokake wragat maneh kanggo nggoleki malah ora ketemu
Kebo lumumpat ing palang = wong gedhe nggagahi prakarane sadulur utawa kaluwargane dhewe
Kebo kabotan sungu = wong ngrekasa uripe marga kabotan butuh, kakehan anak
Kebo lumaku dipasangi = wong kang gelem tumandang gawe yen dituntun (diwarahi)
Kebo nusu gudel = wong tuwa njaluk wuruk marang wong enom

Kebo mulih nyang kandhange = wong sing wis suwe lelana bali nyang asale
Kebo mutung ing pasangan = wong ninggal pagaweane sing durung sida ditandangi
Kecing-kecing diraupi = tumindak gawe kanthi wani njejaluk tanpa ngrasa isin
Keduwung nguntal wedhung = wis kebanjur tumindak, arep mundur wis lumaku, arep maju wis rekasa
Kepaten obor = kelangan aluran pasedulurane
Keri tan pinecut = gelem tumindak gawe tanpa diprentah
Kulak warta adol prungon = oleh kabar banjur ditularake marang liyan
Kumrisik tan kanginan = rumangsa tanpa disaruwe

Kuping budheg dikoroki = ora ngreti kathik dikandhani, wasana kepengin ngreti prekarane
Kakehan gludhug kurang udan = akeh sing diomongake ananging ora nyata
Kaya banyu karo lenga = paseduluran kang ora bisa rukun
Kadang konang = wong kang diaku sedulur yen wonge sugih (duwe pangkat)
Kacang atinggal lanjaran = anak kang ora memper bebudene wong tuwane
Kacang mangsaa ninggal lanjaran = anak iku lumrahe bebudene memper wong tuwane
Kandhang langit, bantal ombak, kemul mega = ora duwe papan (omah)

Katepang ngrangsang gunung = wong asor pengin nggayuh pangkat luhur
Katon cempaka sewakul = wong kang manjila dhewe, beda klawan pepadhane
Kajugrukan gunung menyan = oleh kabegjan gedhe banget
Kawuk ora weruh slira = wong cilik ambeke kaya wong gedhe
Kebanjiran segara madu = nemu kebegjan (rejeki) sing gedhe

Kegedhen empyak kurang cagak = wong kang duwe panjangka ning ora sembada
Kekudhung walulang macan = ngapusi nganggo jenenge wong kang diwedeni
Kelacak kepathak = ora bisa mungkir jalaran wis kebukti
Kemladhean ngajak sempal = wong mondhok gawe rusak sing dipondhoki
Kendhit miming kadang dewa = wong kang ora pasrah ing paeka
Keplok ora tombok = melu seneng ananging ora melu wragad, utawa wong kang senengane maido ning ora gelem melu cawe-cawe
Kerot ora duwe untu = duwe kekarepan ananging ora sembada
Kena iwake aja nganti butheg banyune = ngrampungi prakara kanthi ngati-ngati
Kejugrukan gunung madu = nemu kanugrahan

Kethek saranggon = grombolane wong ala
Kencana katon wingka = arepa becik disawang ora becik
Kendel ngringkel, dhadhag ora godhak = ngakune kendel tur pinter jebule jirih tur bodho
Kenes ora ethes = wong sing sugih nanging ora disenengi
Kriwikan dadi grojogan = prakara sepele dadi prakara gedhe
Kere munggah bale = wong asor diprecaya dadi panguwasa (wong pangkat)
Kere nemoni malem = wong miskin kinembong ing pangan
Kere menangi Mulud = wong miskin kinembong ing pangan

Kerot ora duwe untu = duwe kekarepan ning ora duwe wragad
Kerubuhan gunung = wong nemoni kesusahan sing gedhe banget
Kesandhung ing rata kebentus ing tawang = oleh cilaka sing ora dinyana-nyana
Ketula-tula ketali = wong kang tansah nandhang sengsara
Kethek saranggon = kumpulane wong kang tindake ala

Kinjeng tanpa soca = wong tandang gawe ora ngerti ancas tujuwane
Kaleyang kabur kanginan, ora sanak ora kadang = wong sing ora duwe panggonan utawa omah tetep
Klenthing wadhah masin = wong ala sanajan tumindak becik, tabet-tabete wong ala isih ketara (angel ninggalake pakulinane tumindak ala
Kodhok nguntal gajah = wong duwe trekah sing mokal kalakone
Kongsi jambul uwanen = nganti tumekan tuwa banget
Kriwikan dadi grojogan = prakara kang maune cilik dadi gedhe
Krokot ing galeng = wong kang mlarat banget

Kucing-kucing diraupi = wong duwe gawe kanthi nekad, sanajan direwangi wiring isin
Kudhi pacul singa landhepa =wong adu kapinteran, sing pinter sing bakal nemu kabegjan
Kudhung walulang macan = wong golek utangan nganggo sendhen asmane wong gedhe utawa wong kuwasa
Kumenthus ora becus = seneng umuk nanging ora mrantasi karya (sembada)
Kuntul diunekake dhandhang = wong becik dianggep wong ala
Kurung munggah lumbung = wong rena dipek bojo sing duwe omah
Kutuk nggendhong kemiri = wong kang nganggo kang sarwa aji (apik) liwat dalan kang mbebayani
Kutuk marani sunduk, ula marani gebuk = wong kang njarag (marani) bebaya
Kuncung nganti tumekan gelung = suwe banget anggone ngenteni

Ladak kecangklak = wong kang angkuh nemoni pakewuh marga tumindake dhewe
Lahang karoban manis = wong kang rupane bagus-ayu tur luhur bebudene
Lanang kemangi = wong lanang kang jirih
Lawas-lawas kawongan godhong = wis lawas pangabdine, nanging ora banjur dibuwang, tanpa oleh pangkat
Lebak ilining banyu = wong asor kanggo tiban-tiban yen ana prakara
Ledhang-ledhang nemu pedhang = nemu kabegjan tanpa kanyana-nyana
Legan golek momongan = wong kang wis kepenak malah njarag golek gawean (rekasa)
Lambe satumang kari semerang = menehi pitutur nganti kesel, ora digubris
Lumpuh ngideri jagad = duwe gegayuhan sing mokal kelakon
Lungguh klasa gumelar = ora melu rekasa nanging nemu kepenak

Macan guguh = wong gedhe (kuwasa) wis ora kajen keringan
Madu balung tanpa isi = rebutan samubarang kang tanpa guna
Malang-malang tanggung = ngewuhake, arep ditinggal nggrundel, yen dilokake ora mrantasi gawe
Mancak wadhah tulupan = wis suwe nyambut gawe nanging tanpa duwe celengan
Mecel manuk miber = sarwa kasembadan, sabarang tindake mawa kasil
Mendhak alingan, wekasan katon = tumindak nylamur, nanging wekasan ngaku, jalaran konangan wong akeh
Maju tatu mundur ajur = prakara kang sarwa ndadekake pakewuh, utawa mbudi daya kepiye wae nanging ora kasil
Matang tuna numbak luput = tansah luput kabeh panggayuhane
Mbuwang tilas = ethok-ethok ora ngerti marang tumindake kang ala kang dilakoni
Meneng widara uleren = katone anteng nanging sejatine ala atine


Menthung koja kena sembagine = rumangsane ngapusi, nanging sejatine malah kena apus
Merangi tatal = mentahi rembug kang wis mateng
Micakake wong melek = ora nganggep wong sing meruhi dhewe
Midak sikil, njawil mungkur = kethikan ora ngetarani

Midak tembelek ora penyek = ora duwe kekuwatan kanggo tandang gawe
Mirong kampuh jingga = mbalela marang nagara
Mrojol ing akerep = nyebal saka kalumrahaning wong akeh
Milih-milih tebu boleng = kakehan milih, wekasan oleh kang ora becik
Mikul dhuwur mendhem jero = bisa njunjung drajade wong tuwa
Mubra-mubru mblabar madu = wong kang sarwa kecukupan
Meneng kitiran = ora bisa anteng
Mbrojol saselaning garu = ora ana sing madhani kepinterane, utawa wong kang luput saka bebaya

Nabok nyilih tangan = tumindak ala kanthi kongkonan wong liya
Naga mangsa tanpa cala = wong kang mrana-mrana ngrasani alaning liyan
Ngagar metu kawul = ngojok-ojoki supaya dadi pasulayan, nanging sing diojok-ojoki ora mempan
Ngajari bebek nglangi = panggawean sing ora ana paedahe
Ngalasake Negara = wong sing ora manut pranatane Negara
Ngalem legining gula = ngalembana kapinterane wong kang pancen pinter (sugih)
Ngaturake kidang lumayu = ngaturake barang kang wis ora ana
Nagara mawa tata, desa mawa cara = saben papan duwe adapt lan aturan dhewe-dhewe
Nampel puluk = mitenah kabegjane wong liya

Nandur wiji keli = ngopeni turune wong kasrakat
Nasabi dhengkul = nutup-nutupi kekurangane sadulur supaya oleh kauntungan
Natas tali gumantung = putusan kang ora ana kawusanane
Nebak wong mangan = gawe rugine wong kang oleh kamukten

Nemu kuwuk = wong njaluk tulung marang liyan ora nganggo mara ing omahe
Ninggal bocah ing waton = nyumelangake samubarang sing wis kelakon
Nitipake daging serep = titip anak wadon marang besan

Nucuk ngiberake = wis disuguh mulihe isih mbrekat suguhan
Nulung menthung = karepe aweh welas, nanging malah gawe rekasane
Nuntumake balung pisah = bebesanan karo sedulur kang wis adoh alurane
Nututi baling wis tiba = njabel wicara kang wis kawetu

Nututi kidang lumayu = nguyak samubarang kang durung cetha lan durung mesthi olehe
Ngadu singating andaka = gawe dukaning panggedhe
Ngadhepi celeng boloten = cedhak-cedhak wong ala bebudene
Nglungguhi klasa gumelar = nindakake pegawean kang wis tumata
Ngotragake gunung = wong cilik-asor bisa ngalahake wong gedhe-luhur, nganti gawe kagete wong akeh
Nguthik-uthik macan dhedhe = njarag wong kang wis lilih nepsune
Nguyahi segara = weweh marang wong sugih kang ora ana pituwase
Nyangoni kawula minggat = ndandani barang kang tansah rusak
Nguthik-uthik macan turu = gawe nesu (golek gaweyan)
Nyolong pethek = luput saka pangira

Ngobak banyu bening = gawe rerusuh ing papan kang tentrem
Nguyahi segara = nulung wong sing kecukupan
Nandur pari jero = gawe ngamal kabecikan

Nututi layangan pedhot = nggoleki barang sing angel ketemune
Ngaji mumpung = ngatogake kekarepan mumpung ana wektu becik
Ngalem legining gula = ngalem kepinterane wong winasis

Ngandel tali gedebog = mrecaya barang kang ora mitayani
Ngantuk nemu kethuk = enak-enak ora nyambut gawe nanging oleh kabegjan
Ngangsu banyu ing kranjang = golek ngelmu nanging ora pinter marga ngelmune
Ngaub ngawar-awar = golek pangayoman marang wongmiskin

Nguwod gedebog = wong nemu kacilakan merga panggawene wong liya
Nguyang lara nempur pati = njarag marang kacilakan

Nguyuh aling-alingan sada = ngumpetake kekurangane, nanging ora murwat lan sranane
Ngabuk wong meteng = milara wong kang tanpa daya
Ngemping lara nggenjah pati = njarag marang kasangsaran
Ngempukake watu item = nganggep remeh prakara abot
Ngemut legining gula = ngrumat baranging liyan, bareng ngreti yen ana gunane banjur dipek dhewe, ora diwenehake sing duwe

Ngenteni timbale watu item = ngarep-arep samubarang kang ora bakal teka
Ngetutake poncoting tapih = melu sapari lungane bojo
Nggepuk kemiri kopong = tumandang gawe kang tanpa pituwas
Nglancipi singating andaka = natang wong kang kawasa
Nglangi ing tengah mati ing pinggir = apa kang digarap tanpa karampungan
Nglumahake, ngurepake = bebesanan anak loro lanang wadon padha nggawa lan padha olehe
Ngarebake sikut = nenonton mung kanggo golek sukan-sukan
Ngrampek-ngrampek kethek = yanak marang wong ala

Ngrangsang-ngrangsang tuna = samubrang kang ginayuh ora kena
Ngrusak oager ayu = ndhemeni bojoning liyan
Nrenggiling api mati = wong ethok-ethok ora ngrungu guneme liyan, nanging sabenere niling-nilingake
Numpal keli = wong lelungan mung nunut kancane
Nusup ngayam alas = wong lelungan kanthi mlebu metu padesan lan ngliwati omah-omahe wong akeh
Nyambung watang putung = ngruunake sedulur kang cecongkrahan
Nyawat mbalang wohe = duwe panpgangkah sarana pitulungane sedulur sing diangkah
Nyeret pring saka pucuk = pagawean gampang malah dingel-ngel

Nyundhang bathang bantheng = ngangkat priyayi turunane bangsa luhur kang wis ora duwe pangawasa
Nyunggi lumpang kentheng = rabi ayu turune wong luhur

Obor blarak = mung sawetara wae
Obah owah = barang dadi becik mbutuhake wragad
Obah mamah = yen gelem makarya, bakale akeh rejeki
Obah ngarep kobet mburi = wani rekasa dhisik, mbesuke bakal kepenak
Opor bebek, mentas dhewek = rampungae saka reka dayane dhewe

Ora ana banyu mili mandhuwur = watak iku tumurun marang anak
Ora ana kukus tanpa geni = ora ana akibta tanpa sebab
Ora gonja ora unus = wis rupane ala, bebudene uga ala

Ora jaman ora makam = ora genah asal kamulane
Ora mambu enthong irus = ora ana sambung rapete bab aluran paseduluran
Ora ngerti kenthang kimpule = ora weruh prakara sing dirembug
Ora polo ora uteg = bodho banget

Ora tembung ora lawung = njupuk barange liyan tanpa jawab
Ora weruh alip bengkonge = ora ngreti aksara
Othak-athik didudut angel = katone sarwa ganpang bareng ditemenani ora ana nyatane
Ora kingan ora udut = ora mangan apa-apa
Ora uwur ora sembur = ora gelem cawe-cawe (aweh pitulung)

Palang mangan tandur = wong kang diwenehi kapercayan njaga nanging malah ngrusak
Pandengan karo srengenge = memungsuhan karo panguwasane
Pandhitane antake = laire katon suci batine ala
Pecruk tunggu bara = wong kang dipasrahi tunggu barang kang dimelik (dadi kesenengane)

Pupur sadurunge benjut = becik jaga-jaga utawa tumindak ngati-ati
Pupur sawise benjut = ngati-ati sawise nemu bebaya
Pinter keblinger busuk ketekuk = sarwa cilaka, tansah kena paeka
Pitik trondhol diumbar ing padaringan = wong miskin dipracaya manggon ing papan kang mubra-mubru pangan

Pupur sawise benjut = tumindak ngati-ati bareng wis ketaman

Raga tanpa mule = rana-rene mung disawiyah, ora kajen
Rupak jagade = ora duwe papan pasrawungan
Rame ing gawe, sepi ing pamrih = gelem tandang gawe ora amarga golek opah
Ramban-ramban tanggung = wong ngira alaning liyan, nanging isih ragu-ragu
Rawe-rawe rantas, malang-malang putung = sakehing pepalang bisa disingkirake
Rampek-rampek kethek = wong kang nyedhak-nyedhak wong ala, ora wurung oleh piala saka wong iku

Rebut balung tanpa isi = pasulayan marga barang kang sepele
Regem-regem kemarung = wong kang ngrangkani wong liya kang sok nglarani (gawe cilaka)
Renggang gula kumepyur pulut = wong kang raket banget anggone kekancan
Rindhik asu digitik = dikongkon nindakake pegawean kang ora cocog karo kekarepane
Rupa nggendhong rega = merga barange apik mula regane ya larang
Rukun agawa santosa, crah agawe bubrah = yen padha rukun mesthi padha santosa, yen padha congkrah mesthi bakal rusak
Rubuh-rubuh gedhang = wong kang ela-elu tumindake liyan (melu-melu)

Sing salah seleh = sing salah bakal nampa akibate

Sembur-sembur adas, siram-siram bayem = bisa kaleksanan marga pandongane wong akeh
Sadumuk bathuk sanyari bumi = pasulayan dilabuhi toh pati
Satru munggwing cangklakan = wong kang dadi mungsuh ing lingkungan sanak sedulur
Satu munggwing rimbagan = wong loro kang anggone kekancan padha cocoge

Suduk gunting tatu loro = nampa kesusahan (kasangsaran) bareng-bareng (ngiwa nengen)
Sabar sareh mesthi bakal pikoleh = tumindak samubrang aja kesusu
Sabaya pati sabaya mukti = kerukunan nganti tekaning pati

Sadumuk bathuk senyari bumi = pasulayan nganti dilabuhi tekan pati
Sandhing kirik gudhigen = wong kang srawung karo wong ala, ora wurung ketularan alane
Sandhing kebo gupak = wong kang cedhak wong tumindak ala, bisa-bisa katut ala
Sanggar waringin = wong kang dadi pangayomane wong akeh

Sepi ing pamrih rame ing gawe = nindakake pagawean kanthi ora duwe kamelikan apa-apa
Sluman-slumun slamet = sanajan kurang ngati-ati nanging isih diparingi slamet
Sumur lumaku tinimba, gong lumaku tinabuh = wong kang geleme tumandang gawe yen diajak utawa dikancani wong sing wis pinter
Sadawa-dawane lurung isih dawa gurung = kabar iku mesthi sumebar adoh, lan adoh karo kanyatane

Sapikul sagendhongan = andum barang kanthi kukum kang murwat lan kaanane
Sendhen kayu aking = prakaran gondhelan wong kang wis mati
Singidan nemu macan = dhelikan marga tumindak ala nanging malah kawruhan panggedhene
Si gedheg lan si anthuk = wong loro kang wis padha kangsen tumindak ala bebarengan
Simbar tumrap sela = wong kang uripe ngrekasa, awit ora duwe sumber pangan sing gumathok

Tebu tuwuh socane = wong sing alus lan mans tembunge nanging ala aten-atenane
Tekek mati ulone = wong kang nemoni cilaka marga saka gunemane dhewe
Tembang rawat-rawat, bakul sinambewara = kabar kang durung mesthi salah lan benere
Tulung menthung = katone aweh pitulungan, nanging gawe susah

Tega larane ora tega patine = arepa kaya ngapa sedulur iku perlu dibelani
Tigan kaapit sela = wong kang ana ing sajroning bebaya, tansah was-sumelang atine
Timun jinara = prakara gampang banget

Timun wungkuk jaga imbuh = wong kang kanggo genep-genep (jaga-jaga yen kekurangan)
Timun mungsuh duren = wong ringkih mungsuh wong kuwat
Tuna satak bathi sanak = rugi petung (bandha) nanging tambah sedulur
Tunggal banyu – tunggal guru

Tinggal glanggang colong playu = ora wani tanggung jawab (keplayu ing peperangan)
Tumbak cucukan = wong kang seneng pradul (adu-adu) marang liyan
Tumbu oleh tutup = wong loro sing cocog aten-atenane
Tumper cinawedan, wedang lelaku = wong kang angger duwe bojo, bojone mati (wong kang diseriki kanca-kancane)

Tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati = turune wong cilik bisa dadi wong gedhe, turune wong gedhe ora bisa oleh kalungguhan dhuwur, utawa prakara ala ngambra-ambra dene prakara becik kari sethithik

Tunggak kalingan rone = tilas wong gedhe wis ora katon gedhene utawa luhur pangkate
Tunggak kemadhuh = wong kang maune dadi mungsuh
Tunjung tuwuh ing sela = wong kang maune dadi mungsuh
Thenguk-thenguk nemu kethuk = nyambutgawe sakpenake nanging meksa nemu kabegjan

Ucul saka kudangan = luput karo gegayuhane
Ula marani gitik (gebug) = wong kang njarag marang bebaya
Ulat madhep ati kareb = wis manteb banget kekarepane
Ungak-ungak pager arang = duwe melik marang bojoning liyan
Ulangan cumbon = angger lunga, ora suwe bali maneh

Uyah kecemplung segara = menehi barang sethithik marang wong sugih banget
Undhaking pawarta sudaning kiriman = kabar sing sumebar beda nyatane
Udan tangis = akeh wong sing kesusahan amarga ketaman bencana
Uwod gedebog = wong kang ora kena diprecaya kanggo lantaran rembug

Wastra bedhah kayu pokah = wong nandhang tatu, babak kulite, putung balunge (wong ketula-tula uripe)
Watra lungset ing sampiran = wong pinter ora diguroni wong liya nganti tuwa
Wedi rai wani silit = wanine mung saka mburi, wedi yen adhep-adhepan
Wedhus diumbar ing pakacangan = wong mlarat dipercaya njaga barang pakaremane
Weruh ing grubyug, ora weruh ing rembug = melu-melu tumindak nanging ora ngerti kang dikarepake

Wiwit kuncung nganti gelung = nuduhake wektu sing suwe banget (saka bocah nganti tuwa)
Welsa tanpa alis = arep tetulung (melasi) wong liya nanging malah dadi bilaine
Waras-wiris = sehat
Wong wadon cowek gopel = drajating wong wadon kang ora pangaji
Wis kebak sundukane = wis akeh banget kaluputane


Yuwana mati lena = wong becik nemu cilaka jalaran ora ngati-ati
Yitna yuwana, lena kena = sing ngati-ati bakal slamet, sing sembrana cilaka
Yuyu rumpung mbarong ronge = wong kang nyantosani omahe, amarga wedi diganggu gawe wong liya kang ala pakartine

Yiyidan munggwing rampadan = biyene wong durjana saiki dadi wong alim
Yoga anyangga yogi = murid nirokake piwulange guru

Nara Sumber: DNR,kaki langit dot com